Dark/Light Mode

Forkami Harap UU Ciptaker Mampu Lindungi Pelaut Indonesia

Senin, 19 Oktober 2020 12:24 WIB
Ketua Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) James Talauka (Foto: Istimewa)
Ketua Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) James Talauka (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) membawa angin segar bagi pelaut Indonesia. Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) berharap, UU ini bisa melindungi pelaut Tanah Air dari kriminalisasi di luar negeri.

Ketua Forkami James Talauka mengatakan, sudah seharusnya UU Ciptaker dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Sebab, UU ini dibuat atas dasar pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan kemandirian. "Asas ini harus bisa dijalankan sebagai bukti bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja disusun demi kepentingan negara," ucap James, di Jakarta, Senin (19/10).

Sebelum ini, kata dia, kehadiran pemerintah dalam melindungi pelaut Indonesia di luar negeri, khususnya yang menjadi korban kriminalisasi, masih minim. Baik pelaut yang ada kapal niaga maupun kapal ikan.

Baca juga : Ngobrol Asyik, Bamsoet-Sandi Bahas UU Ciptaker, Pemberdayaan UMKM, Hingga Peluang 2024

James punya dua contoh. Pertama, Kapten Sugeng Wahyono, nahkoda Kapal MT Celosia. Hampir dua tahun Sugeng menjadi tahanan kota di Ranong, Thailand, atas tuduhan menyelundupkan kargo minyak pelumas dari Malaka, Malaysia, ke Ranong, pada 8 Januari 2019. Padahal, pengirimnya Petronas. Sedangkan yang nerima Schlumberger. Namun, pihak Bea dan Cukai Ranong tetap menuduh Sugeng membantu menyelundupkan. 

Kedua, Samiun Saketa, ABK asal Maluku yang diduga menjadi korban penganiayaan di kapal berbendera China yang beroperasi di Fiji. Keluarga Samiun pernah mengadu ke Presiden agar ABK itu bisa dipulangkan.

Menurut James, ujian pertama UU Ciptaker adalah kehadiran pemerintah di luar negeri untuk mendapatkan hak warga negaranya. "Kalau Omnibus Law benar-benar berasaskan pemerataan hak, negara harus hadir dengan membantu warganya yang menjadi korban kriminalisasi," katanya.

Baca juga : Celaka, Kalau Rakyat Lebih Percaya Medsos

Sebab, kasus Kapten Sugeng sudah disampaikan ke KBRI di Bangkok, Thailand, dan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Sebanyak 13 surat permintaan bantuan sudah dikirim ke berbagai instansi, termasuk menulis surat ke Presiden. Hasilnya, tidak sesuai ekspektasi.

Padahal, kasus yang dialami Kapten Sugeng terbilang janggal. Misalnya, 13 sopir truk asal Thailand yang mengangkut dari kapal justru dibebaskan. Demikian juga pemilik barangnya, baik eksportir maupun importirnya. "Mengapa Kapten Sugeng yang dipersalahkan dan ditahan karena kelalaian Schlumberger sebagai penerima kargo dalam menjalankan kewajibannya untuk melakukan pemberitahuan impor barang? Ini aneh," ucap James. 

Pekan lalu, Kapten Sugeng menjalani sidang perdana. Dia didakwa turut serta membantu proses penyelundupan, sehingga diduga melanggar UU Bea dan Cukai Thailand, khususnya section 64, 214 dan 247. Dakwaan tersebut cukup mengejutkan karena ancaman hukumannya mencapai 10 tahun penjara atau denda sekurang-kurangnya 4 kali harga kargo atau sekitar 3 juta dolar AS.

Baca juga : Anggapan UU Ciptaker Rugikan Pekerja Keliru

James meminta, dengan adanya UU Ciptaker ini, pemerintah segera melakukan sesuatu untuk membebaskan Kapten Sugeng, maupun pelaut Indonesia yang menjadi korban kriminalisasi atau penganiayaan di luar negeri. Pemerintah harus serius berupaya memberikan solusi yang dialami pelaut Indonesia. "Dengan adanya perhatian negara yang nyata, Forkami berharap Kapten Sugeng ataupun pelaut lainnya mendapatkan keadilan dan segera segera kembali ke Tanah Air untuk berkumpul bersama keluarganya,” pinta James. [MEN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.