Dark/Light Mode

Kepala Daerah Rame-rame Melawan Pusat

Fenomena Apa Ini?

Rabu, 17 Februari 2021 06:25 WIB
Wali Kota Pariaman, Sumatera Barat, Genius Umar. (Foto: Istimewa)
Wali Kota Pariaman, Sumatera Barat, Genius Umar. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
“Selama Orde Baru, sentralistik. Tapi setelah reformasi, desentralisasi yang hampir mirip federal,” kata Bambang kepada Rakyat Merdeka, Selasa (27/2).

Bambang memberikan contoh di bidang perhubungan. Dulu, kata dia, terminal murni milik daerah. Karena tidak terawat, maka Pusat mengambilnya. “Fenomena belakangan setelah reformasi memang ada kecenderungan resentralisasi,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, ada lima kebijakan yang dipegang Pusat. Antara lain politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, dan keuangan. Selain itu, ada di kewenangan penuh daerah.

Baca juga : Angkasa Pura I Siapkan Strategi Pendongkrak Bisnis

“Soal pendidikan sudah otonom diserahkan dari Kemendikbud ke daerah masing-masing,” tukasnya.

Dengan begitu, Pusat tidak berhak memberikan sanksi kepada kepala daerah yang tidak manut.

“Kan mereka otonom, karena Pemda. Otonomi daerah itu sangat kuat. Kepentingan lokal, ya tinggal bilang saja ke DPRD buat Perda dan itu mutlak,” ucapnya.

Baca juga : DPR Dan Pemerintah Lagi Mesra-mesranya

Sedangkan, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai wajar apabila kepala daerah tidak mengikuti aturan di perintah Pusat. Toh, selama ini aturan Covid hanya sebatas surat edaran dan tidak berkekuatan hukum.

“Kalau ditolak daerah, ya wajarlah. Namanya juga Instruksi Menteri,” imbuhnya.

Di dunia maya, penolakan kepala daerah terhadap kebijakan pusat bikin geram netizen. Eks politisi Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengaku heran, kenapa kepala daerah berani membangkang kebijakan pusat. Menurutnya, baru kali ini, kepala daerah berani menentang kebijakan pusat.

Baca juga : Inter Milan Vs Foirentina, Demi Coppa Italia

“Padahal kebijakan itu baik, bukan menghilangkan tradisi tapi tidak memaksakan tradisi apalagi memaksa kpd yg berbeda. Kalau mau pake silakan, ngga pake silakan. Intinya itu kenapa ditolak?” katanya dalam akun @FerdinandHaean3. “Ada negara dalam negara,” timpal akun @RUDYPANJAITAN41.

“Pembangkangan-pembangkangan Kepala Daerah akan terus terjadi akibat dampak-dampak Pilkada,” kata akun @djokoAdv. “Kalau tidak ada sanksi, lihat saja siapa yang akan respect sama pemerintah pusat. Bom waktu, buat NKRI,” timpal akun @aguswasita. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.