Dark/Light Mode

Saran YLBHI: Stop Proses Hukum Kasus KM 50

Kamis, 4 Maret 2021 14:27 WIB
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. [Foto: Antara]
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. [Foto: Antara]

RM.id  Rakyat Merdeka - Proses hukum kasus bentrokan antara polisi dengan Laskar Pembela Islam di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, atau yang biasa disebut kasus KM 50, disarankan dihentikan. Hal ini setelah polisi menetapkan enam anggota Laskar Pembela Islam (LPI) yang tewas sebagai tersangka.

Usulan tersebut disampaikan Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur. "YLBHI menyarankan, proses hukum ini tidak diteruskan agar tidak semakin merusak prinsip negara hukum dan membuat masyarakat semakin tidak percaya hukum," katanya, melalui pesan tertulis, Kamis (4/2/2021).

Baca juga : Semua Provinsi Sumbang Kasus Baru Covid-19

Saran ini, jelas Isnur, bukan masalah kasus enam orang anggota Laskar Pembela Islam yang tewas. Tapi bagaimana Indonesia sebagai prinsip negara hukum yang secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, tegak dan berlaku.

Penetapan orang-orang yang tewas dalam kejadian tersebut, nilainya, sebagai hal yang aneh dan bertentangan dengan pengaturan dan prinsip hukum acara pidana. Menurut Isnur, Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan, kewenangan menuntut pidana dihapus bila tertuduh meninggal dunia.

Baca juga : PUPR Garap Proyek Hunian Komunitas MBR Di Bogor

"Ini berbahaya, bila dianggap sebagai sebuah standar penegakan hukum. Bila mengikuti pola ini, seharusnya polisi juga bisa meneruskan kasus lain yang tertuduhnya meninggal, misalnya kasus yang melibatkan Soeharto," tuturnya.

Selain itu, ketentuan hukum acara pidana juga menyebutkan hak tersangka untuk membela diri, membantah tuduhan, mengajukan saksi yang meringankan, mendapatkan bantuan hukum, dan lain-lain.

Baca juga : Ketua BPK Hormati Proses Hukum KPK Terhadap Rizal Djalil

"Bagaimana tersangka bisa melakukan hal-hal terkait dengan haknya, bila meninggal dunia," ujarnya. [RSM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.