Dark/Light Mode

Kejagung Bidik Tiga Debitur Bermasalah Jadi Tersangka

Penyidikan Korupsi Pembiayaan Ekspor

Kamis, 7 Oktober 2021 07:10 WIB
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi. (Foto: Istimewa)
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
“Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun,” ujar Leonard.

Hasil penelusuran penyidik Gedung Bundar, ada seseorang yang mengajukan kredit pembiayaan ekspor kepada LPEI untuk tiga perusahaan di Grup Walet. Yakni PT Jasa Mulia Indonesia (JMI), PT Mulia Walet Indonesia (MWI) dan PT Borneo Walet Indonesia (BWI). “Direktur Utama dari tiga perusahaan tersebut adalah Saudara S,” sebut Leonard.

Baca juga : Gandeng Unair, Gus Jazil Ingin Pesantren Dibekali Pendidikan Vokasi

Dari temuan ini terungkap tim pengusul, Kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis dan Komite Pembiayaan LPEI tidak menerapkan ketentuan Peraturan Dewan Direktur Nomor 0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan.

Belakangan, kredit pembiayaan terhadap tiga perusahaan Grup Walet itu pun mengalami gagal bayar. Total kewajiban yang tak bisa dipenuhi itu mencapai Rp 683,6 miliar. Terdiri dari pembayaran pinjaman pokok Rp 576 miliar. Selebihnya merupakan bunga dan denda sebesar Rp 107, 6 miliar.

Baca juga : KPK Kerja Keras Ngumpulin Bukti

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyaluran kredit pembiayaan ekspor LPEI belum mematuhi ketentuan dan menerapkan prinsip tata kelola yang baik.

Temuan itu disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan terhadap LPEI tahun 2017 sampai dengan Semester I 2019. BPK merekomendasikan agar LPEI melakukan perbaikan pada proses bisnis pembiayaan mulai dari penetapan target market, inisiasi hingga monitoring pembiayaan, sebagai bagian dari kerangka penanganan pembiayaan bermasalah.

Baca juga : Tersangka Baru Kasus Asabri Muncul Lagi Nih...

Dalam laporan yang dirilis pada 31 Desember 2019 itu disebutkan LPEI memiliki pembiayaan bermasalah yang cukup tinggi (NPF). Ini terjadi di hampir di seluruh sektor pembiayaan. Yang tertinggi antara lain subsektor bidang perikanan dan laut yang punya NPF per tahun 2019 sebesar 56,28 persen.

Kemudian pada subsektor bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi sebesar 28,5 persen. Serta ada pula bidang usaha industri logam dasar, besi baja yang NPF-nya sebesar 29,92 persen. Dan masih banyaknya sektor lain yang punya NPF di level 11 persen-19 persen.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.