Dark/Light Mode

Koruptor Dimudahkan Dapat Remisi

KPK Dongkol Banget

Minggu, 31 Oktober 2021 07:50 WIB
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

 Sebelumnya 
Tak hanya KPK, para aktivis yang selama ini getol menyuarakan anti korupsi rame-rame menyatakan kekecewaan dengan putusan MA itu. Mulai dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, dan Bung Hatta Anti-Corruption Awards (BHACA).

“Dari sini, masyarakat dapat melihat lembaga kekuasaan kehakiman tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi,” pekik Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, kemarin.

Ada tiga poin yang disampaikan Kurnia menyikapi kabar buruk ini. Pertama, MA inkonsisten terhadap putusannya sendiri. Pasalnya, MA sebelumnya secara tegas menyatakan perbedaan syarat pemberian remisi merupakan konsekuensi logis terhadap adanya perbedaan karakter jenis kejahatan, sifat bahayanya, dan dampak kejahatan yang dilakukan oleh seorang terpidana. “Hal itu diputuskan melalui putusan nomor 51 P/HUM/2013 dan Nomor 63 P/HUM/2015,” jelasnya.

Baca juga : MA Cabut Dan Batalkan PP Pengetatan Remisi Koruptor

Kedua, pandangan hakim MA yang menilai pengetatan pemberian syarat remisi tidak sesuai dengan model restorative justice juga keliru. Menurut Kurnia cs, pemaknaan model restorative justice seharusnya adalah pemberian remisinya, bukan justru syarat pengetatan. Ketiga, MA keliru dalam melihat persoalan overcrowded di lembaga pemasyarakatan. Sebab, problematika terkait overcrowded bukan pada persyaratan pemberian remisi, melainkan regulasi dalam bentuk UU, salah satunya terkait narkotika.

Berdasarkan data dari sistem database pemasyarakatan per Maret 2020, jumlah terpidana korupsi sebenarnya hanya 0,7 persen atau sebanyak 1.906 orang. “Angka tersebut berbanding jauh dengan total keseluruhan warga binaan yang mencapai 270.445 orang. Melihat data tersebut, pertimbangan majelis hakim MA menjadi semakin tidak masuk akal,” sindirnya.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak, ke depannya, pengetatan remisi terhadap koruptor tidak lagi menggunakan PP. Biar payung hukumnya lebih kuat, MAKI menyarankan dibuatkan undang-undang sendiri soal remisi ini.

Baca juga : Mortar Utama Luncurkan Logo dan Kemasan Baru

“Jadi saya pada posisi level menghormati hukum dan memperbaiki hukum, ke undang-undang untuk pembatasan remisi. Dan juga dimasukan ke amar putusan hakim,” bebernya.

Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan menilai harapan KPK agar MA mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dalam memutuskan perkara patut didengar. Namun, perkara yang telah diputuskan MA juga harus dihormati.

“Dalam sistem hukum yang kita anut, MA adalah lembaga yudikatif sebagai pemutus terakhir, karenanya kita hormati putusan MA ini,” tukas Hinca kepada Rakyat Merdeka, kemarin. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.