Dark/Light Mode

HNW Pertanyakan Penghapusan Istilah Madrasah Dalam RUU Sisdiknas

Senin, 28 Maret 2022 21:52 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Memang, kata HNW, madrasah berada di bawah Kementerian Agama, sementara sekolah di bawah Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan Daerah. Tetapi juga terbukti dari Madrasah muncul lembaga pendidikan yang berkualitas dan unggulan bahkan secara nasional seperti MAN Insan Cendekia. Sekalipun pendanaan Madrasah yang bersumber dari APBN tertinggal jauh dari Sekolah yang mendapatkan alokasi dari APBN dan APBD.

"Ini di antara masalah yang seharusnya diselesaikan melalui RUU Sisdiknas terbaru, bukanmalah menghapus Madrasah," sambungnya.

HNW menilai, alasan Kemendikbudristek melalui Kepala Badan Standar Kurikulumnyabahwa penghapusan tersebut agar penamaan jenjang pendidikan menjadi lebih fleksibel, hanya dibuat-dibuat.

Baca juga : HNW Pertanyakan Syarat Booster Bagi Jemaah Tarawih

Kebijakan itu menunjukkan Kemendikbudristek tidak memahami tujuan Pendidikan dalam konstitusi juga sejarah UU soal Sistim Pendidikan Nasional. Sebab, UU Sisdiknas yang digunakan sekarang justru sudah sesuai dengan Konstitusi. Mengakui eksistensi Madrasah, dan karenanya memasukkan unsur bentuk lain yang sederajat dalam tiap pasal mengenai bentuk pendidikan.

Menurut HNW tidak ada urgensi pengubahan nama satuan pendidikan di tengah banyaknya beragam persoalan pendidikan yang harus diselesaikan. Misalnya di pasal 28 ayat 3 UU 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan usia dini berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. Artinya fleksibilitas penamaan itu sudah dimungkinkan dan tidak bisa menjadi alasan untuk penghapusan Madrasah.

"Patut dipertanyakan juga jika Kemendikbudristek hendak mengubah nama satuan pendidikan seperti madrasah yang sudah mempunyai jejak sejarah yang panjang dan sudah sangat melekat di masyarakat," lanjutnya.

Baca juga : Kementan Dorong Penguatan Hilirisasi & Rantai Pasok Telur Ayam Ras

Insiden penghapusan madrasah dalam RUU Sisdiknas, kata HNW  juga berakar dari Kemendikbudristek yang tidak mementingkan pendidikan keagamaan dan pentingnya ajaran agama (iman, takwa, dan akhlak mulia) sebagai tujuan pendidikan nasional. Sekalipun disebut sangat jelas di dalam UUD NRI 1945.

Pasalnya, kejadian ini mengingatkan kembali beberapa kontroversi yang sebelumnya dibuat oleh Kemendikbud. Seperti hilangnya frasa Agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. Hilangnya frasa iman dan takwa kepada Tuhan YME dalam PP tentang Standar Pendidikan Nasional. Serta hilangnya banyak tokoh bangsa dari kalangan Umat Islam dalam Jilid I Kamus Sejarah Indonesia. Sekalipun semuanya kemudian ditarik oleh Kemendikbud.

"Banyak pihak khawatir kalau Kemendikbudristek berpandangan bahwa pendidikan Nasional harus dipisahkan dari pendidikan keagamaan dan nilai-nilai agama. Pandangan sekuleristik tersebut keliru, berbahaya, dan tak sesuai dengan UUDNRI 1945 dan Pancasila," tegasnya.

Baca juga : Ratna Juwita Pertanyakan Progres Pengembangan Vaksin Merah Putih

Mestinya, lanjut HNW, Kemendikbudristek kembali fokus merampungkan masalah yang urgent. Yaitu mengatasi dampak-dampak negatif dari Covid-19 terhadap pendidikan dan dunia pendidikan, yang dikhawatirkan oleh guru, siswa, orangtua dan masyarakat umumnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.