Dark/Light Mode

Ditunggu Di Komisi III, Sri Mul Izin Ke Bali

Kamis, 30 Maret 2023 08:46 WIB
Suasana rapat Komisi III DPR dengan Menko Polhukam Mahfud MD, di Senayan, Jakarta, Rabu (29/3). (Foto: Dwi Pambudo/RM)
Suasana rapat Komisi III DPR dengan Menko Polhukam Mahfud MD, di Senayan, Jakarta, Rabu (29/3). (Foto: Dwi Pambudo/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Keuangan Sri Mulyani tak ikut hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Menko Polhukam Mahfud MD, di Senayan, kemarin. Sri Mul izin karena pergi ke Bali. Para anggota Komisi III pun tampak kecewa, karena kehadiran Sri Mul dinanti-nanti untuk menjelaskan mengenai transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 349 triliun. 

Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Mahfud, kemarin, berlangsung tegang dan panas. Anggota Komisi III DPR mempertanyakan kebenaran soal transaksi mencurigakan itu. Apakah benar transaksi janggal itu ada dan mengarah ke pencucian uang. Soalnya, Sri Mul mengatakan, tak ada transaksi mencurigakan itu.

Dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Senin lalu, Sri Mul mengakui memang ada surat dari PPATK sejak 2009-2023. Total ada 300 surat, tapi setelah diteliti, surat itu tak berkaitan dengan pegawai Kemenkeu. Sebanyak 64 surat berisi transaksi perusahaan atau korporasi bernilai Rp 253 triliun. Lalu, 100 surat "salah alamat" karena dikirim kepada aparat penegak hukum, dengan transaksi Rp 74 triliun. Sisanya, 135 surat terkait dengan korporasi dan pegawai dengan nilai transaksi Rp 22 triliun. Rinciannya Rp 18,7 triliun korporasi dan Rp 3,3 triliun pegawai. Kalau pun ada yang mencurigakan itu pun hanya Rp 3,3 triliun.

Sri Mul menerangkan, hal itu tidak aneh karena berupa transaksi debit kredit pegawai, termasuk penghasilan resmi, transaksi keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 14 tahun, 2009 sampai 2023. Surat ini pun sudah ditindaklanjuti.

Karena pernyataan Sri Mul itu, rapat berlangsung panas sejak dimulai. Sejumlah anggota Komisi III DPR seperti Habiburokhman meminta Sri Mul dihadirkan. Menurut dia, kehadiran Sri Mul penting untuk kejelasan soal transaksi itu.

Baca juga : Korupsi, Seperti Nyebur Ke Kolam

"Kita mencari kejelasan, karena menyangkut tiga pihak, Pak Mahfud, Sri Mulyani, dan PPATK. Kalau ada kegiatan lain, kegiatan apa?" tegas politisi Partai Gerindra ini.

Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir menjelaskan, Sri Mul tidak bisa hadir karena ada di Bali mewakili negara dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Asia Tenggara.

Dalam rapat itu, Mahfud menyatakan, pernyataan Sri Mul itu berbeda soal transaksi mencurigakan karena tidak punya akses terhadap laporan-laporan yang disampaikan PPATK. Sehingga keterangan yang disampaikannya pun, termasuk yang terakhir di Komisi XI, jauh dari fakta. 

Mahfud mengatakan, Sri Mul hanya mendapatkan laporan terkait transaksi pajak. Padahal, ada transaksi emas batangan di dalamnya.

"Emas. Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tetapi di dalam cukai (disebut) emas mentah. Diperiksa PPATK, diselidiki. Ini emas sudah jadi, kok bilang emas mentah? Nggak ini emas mentah, dicetak di Surabaya. Setelah dicari di Surabaya, nggak ada pabriknya," beber Mahfud.

Baca juga : Dukung Penurunan Emisi Karbon, Ini Jurus APP Sinar Mas

Mantan Ketua MK itu mengungkap, laporan tersebut sudah disampaikan PPATK sejak 2017, tapi tak diterima Sri Mul. Menurutnya, laporan transaksi mencurigakan itu disampaikan kepada Dirjen Bea dan Cukai, Irjen Kemenkeu, dan dua orang lainnya yang tidak disebutkan Mahfud.

"Nih serahkan, kenapa nggak pakai surat? Karena ini sensitif, masalah besar. Dua tahun nggak muncul 2020. Dikirim lagi, nggak sampai juga ke Sri Mulyani jadi bertanya saat kami kasih tahu itu," urainya.

Terkait pertanyaan siapa yang berbohong soal data yang diberikan, Mahfud mengaku tidak tahu. Ia bahkan mengajak Komisi III DPR yang mengundangnya untuk mengadu data. Mahfud menyampaikan kesulitannya dalam memberantas korupsi dan meminta kepada DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset yang dahulu telah disetujui Badan Legislasi DPR.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun mengaku curiga dengan Sri Mul terkait transaksi penjualan emas batangan. Misbakhun mengaku bingung dengan Mahfud yang menyebut Sri Mul berbicara jauh dari fakta soal transaksi yang mencapai Rp 189 triliun itu.

"Apa yang sebenarnya disembunyikan Sri Mulyani jika Pak Mahfud MD mengatakan Bu Sri berbicara tak berdasarkan fakta? Kami memiliki kecurigaan-kecurigaan, apakah yang disampaikan Bu Sri Mulyani ke Komisi XI itu benar?" kata Misbakhun.

Baca juga : Airlangga Optimis Ekonomi Tahun Ini Makin Cerah

Misbakhun mengaku mempertanyakan hal tersebut lantaran transaksi itu berpotensi menjadi legal tergantung dengan harmonisasi sistem (HS) di buku tebalnya Bea Cukai. "Itu bisa dilihat kalau emas miring sedikit bisa dilihat emas bukan olahan, mentahan, dan sebagainya tergantung kita mengategorikannya di dalam HS-nya bagaimana," ujarnya.

Di penghujung rapat, Anggota Komisi III DPR Johan Budi menyampaikan interupsi agar dapat diskors. Soalnya sudah malam, dan untuk menghormati para tamu. 

Selain itu, Johan Budi mengatakan, rapat berikutnya bisa mengundang Sri Mul. Dengan begitu, persoalan bisa menjadi jelas.

Dia mengaku dihubungi Sri Mul via WhatsApp. Menurut Johan, Sri Mul juga mengikuti jalannya rapat dan ingin memberikan klarifikasi. Karena itu, ia minta rapat diagendakan kembali dengan kehadiran Sri Mul. 

"Kita akhiri dulu, kita butuh istirahat juga," ungkap Johan Budi. Setelah pukul 11 malam, rapat diskors dan akan diagendakan kembali dengan kehadiran Sri Mul. Semoga nanti Sri Mul juga bisa hadir.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.