Dark/Light Mode

Hak Angket Pilpres

Kalau PDIP Menciut, Yang Lain Mengkeret

Rabu, 6 Maret 2024 08:20 WIB
Suasana Rapat Paripurna ke-13 pembukaan masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024). (Foto: Tedy Kroen/RM)
Suasana Rapat Paripurna ke-13 pembukaan masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024). (Foto: Tedy Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Usulan hak angket Pilpres masih belum gol di DPR. Sejumlah fraksi pendukung hak angket di Senayan masih wait and see alias menunggu gebrakan dari PDIP. Kalau Banteng menciut, yang lain bisa mengkeret.

Selasa (5/3/2024) pagi, DPR menggelar rapat paripurna pembukaan masa sidang IV tahun 2023-2024. Paripurna yang digelar perdana pasca hari pencoblosan itu, diwarnai aksi demonstrasi di luar gedung yang mendorong agar hak angket diloloskan DPR.

Namun, panasnya suasana di luar parlemen nyaris tidak terasa ke dalam  ruang paripurna. Paripurna yang harusnya jadi perjuangan para pendukung hak angket itu, justru terlihat lengang. Banyak wakil rakyat yang absen.

Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad itu, hanya dihadiri

164 orang dari total 575 anggota dewan. Sisanya absen. Termasuk Ketua DPR Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.

Usai rapat dibuka, memang banyak anggota dewan yang mengajukan interupsi. Namun, isinya macam-macam. Yang interupsi soal hak angket cuma 3 orang. Mereka adalah Aus Hidayat dari PKS, Luluk Nur Hamidah dari PKB dan Aria Bima dari PDIP.

“Sebagian masyarakat (ingin) agar DPR RI gunakan hak angket untuk klarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakat atas sejumlah masalah dalam penyelenggaraan Pemilu 2024,” kata Aus Hidayat.

Dukungan juga disampaikan Luluk. Politisi PKB itu menilai, hak angket ini dilakukan semata-mata untuk memberikan kepastian bahwa seluruh proses Pemilu 2024 benar-benar dijalankan berdasarkan daulat rakyat.

Baca juga : Dilaporkan IPW ke KPK, Ganjar Bantah, Netizen Ungkit Omongan Fahri

Luluk lantas menyoroti dugaan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan untuk memenangkan Paslon tertentu di Pemilu dan Pilpres 2024. Selama mengikuti Pemilu pasca reformasi, Luluk mengaku tak pernah menyaksikan proses Pemilu yang paling brutal selain Pemilu 2024.

Menurut dia, saat ini tak boleh ada satu pun pihak yang menggunakan sumber daya negara untuk memenangkan pihak tertentu. "Melalui hak angket inilah kita akan menemukan titik terang, seterang-terangnya, sekaligus juga mengakhiri desas desus kecurigaan yang tidak perlu," kata Luluk.

Sementara itu, Aria Bima berharap para pimpinan DPR dapat menyikapi usulan tersebut dengan bijak. Baik itu lewat hak angket maupun interpelasi.

"Kami berharap pimpinan menyikapi hal ini, mau mengoptimalkan pengawasan fungsi atau interpelasi atau angket, ataupun apapun supaya pemilu ke depan, kualitas pemilu ke depan, itu harus ada hak-hak yang dilakukan dengan koreksi," ucap Bima.

Namun, interupsi yang mendorong hak angket itu mendapat perlawanan seimbang. Tiga politisi dari Gerindra, Golkar dan Demokrat menolak usulan tersebut.

Hingga sidang paripurna ditutup, usulan pembentukan hak angket berakhir anti klimaks. Menurut Sufmi Dasco, mendorong hak angket ada mekanismenya. Harus ada minimal 25 anggota DPR yang menjadi inisiatornya.

Jika syarat sudah terpenuhi maka usulan disampaikan ke pimpinan DPR. Kemudian, lanjut Dasco, pimpinan DPR akan rapat untuk bahas usulan hak angket tersebut.

Dasco menyatakan, belum ada usulan resmi hingga Selasa (5/3/2024), sehingga pimpinan DPR belum akan mengadakan rapat pimpinan dalam waktu dekat.

Baca juga : Pemilu 2024 Banyak Kejanggalan

Seriuskah PDIP mendorong hak angket? Ditemui usai sidang paripurna, Aria Bima mengatakan, pihaknya masih mengkaji pengguliran hak angket. Sekalipun, tambahnya, berbagai argumen kecurangan Pilpres telah disiapkan.

"Kita sampai hari ini, PDI Perjuangan melihat angket itu perlu, tapi masih dalam kajian. Naskah akademis sudah disiapkan," kata Aria Bima.

Dia tidak memaksa fraksi lain untuk menggulirkan hak angket. Namun, Aria menegaskan, Pemilu 2024 penuh kritikan. Terutama dari kalangan akademik. Sebab, terdapat indikasi kecurangan baik di Pilpres maupun Pileg.

"DPR tidak boleh menutup mata dengan apa yang terjadi di dalam pelaksanaan Pemilu, Pileg dan Pilpres kali ini yang berbeda dengan Pemilu 2019, 2014, 2009, maupun 2004," sambung wakil ketua Komisi VI DPR itu.

Dia mengklaim rakyat belum siap dengan liberalisme politik yang terjadi saat ini. Ditambah lagi dengan menjamurnya sikap elite yang tidak paham menjaga marwah demokrasi Pancasila. "Money politics yang sudah tidak normal lagi, satu suara bisa satu juta, satu suara bisa 400, satu suara bisa 300, ini apa-apaan," sesalnya.

Lebih jauh, Aria menekankan angket Pemilu tidak ada kaitannya dengan pemakzulan Presiden Jokowi. Menurutnya, hak angket akan menyelidiki apakah Pemerintah telah bekerja dengan baik dan dijamin netralitasnya selama pelaksanaan Pemilu.

"Jadi, mungkin angket tidak ada kaitan dengan pembatalan pemilu, angket juga tidak ada kaitan dengan pemakzulan," aku anggota DPR Fraksi Banteng itu.

Di lokasi terpisah, Bendahara Umum NasDem Ahmad Sahroni mengaku peran penting PDIP dalam menggulirkan hak angket. Kata Sahroni, pihaknya bakal menggunakan hak angket jika Banteng terus maju menggunakan hak politik tersebut.

Baca juga : Saleh Partaonan Daulay: Sebaiknya Bukan Berdasarkan Bisik-bisik

“Angket hari ini baru paripurna, kalau PDIP go ahead, kita go ahead,” imbuh Sahroni di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024).

Sedangkan, Ketua DPP PPP Saifullah Tamliha menyatakan, pengguliran hak angket hanya buang-buang energi. Dia berharap fraksinya di DPR mengurungkan niat pengguliran hak angket. "Terima saja hasil Pemilu apa adanya,” ucap Tamliha, kepada Rakyat Merdeka.

"Kalau mengusulkan hak angket harus dibaca dulu alasannya. Misalnya, kewenangan Bawaslu. Yang milih Bawaslu dan KPU kan DPR. Jadi, kalau suara menurun, kalau Capres tidak menang, jangan karena buruk muka. Kalah ya kalah,” jelas anggota Komisi VIII DPR itu.

Daripada ribut-ribut hak angket, Tamliha malah meminta introspeksi diri. "Lagian, tinggal delapan bulan sampai 2024. Kapan selesai hak angket itu? DPR juga harus selesai masa jabatannya,” cetus dia.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago menilai wajar jika PDIP masih menimbang-nimbang hak angket. Sebab, sampai detik ini PDIP masih menjadi bagian dari pendukung pemerintahan Jokowi. "Kalau PDIP terlalu keras juga bakal berdampak terhadap posisi PDIP di pemerintahan Jokowi. Menteri PDIP bisa diganti," pungkas Arifki.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.