Dark/Light Mode

Dongkrak Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

Menaker Diminta Tegas

Selasa, 21 Mei 2024 07:10 WIB
Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto.
Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto.

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan menyoroti masih rendahnya jumlah tenaga kerja di Indonesia yang terlindungi oleh Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Peserta terdaftar jaminan sosial baru mencapai 50,22 persen dari total penduduk yang bekerja.

Anggota Komisi IX DPR Edy Wuryanto senang ada peningkatan jumlah pekerja yang terdaftar dalam peserta jaminan sosial ketenagakerjaan. Hanya saja, jumlah penduduk pekerja yang terlindungi di dalam jaminan sosial ketenagakerjaan, baru mencapai 50,22 persen.

Pekerja Penerima Upah (PPU) sangat baik, meningkat. Tetapi kalau dilihat dari pencapaian peserta itu baru 50,22 persen. Tentu angka ini harus menjadi perhatian serius,” kata Edy dalam rapat kerja Komisi IX DPR bersama Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Baca juga : Bulog Pede Serap 600 Ribu Ton Beras

Edy menilai, perlu ketegasan Pemerintah untuk mendongkrak angka kepesertaan BPJS Kesehatan ini. Rendahnya angka partisipasi di dalam kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan karena masih banyak PPU dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang mampu, tapi tidak terdaftar sebagai peserta.

“Ibu Menteri (Menaker Ida Fauziyah, red) ini kan baik hati. Nah, baik hati kadang-kadang dalam hal seperti ini merugikan. Jadi, baiknya ada ketegasan Pemerintah. Bagi yang memang mampu wajib karena perintah undang-undangnya begitu,” ujarnya.

Edy bilang, UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyebut, prinsip kepesertaan adalah aktif. Karena itu, dia mendorong agar PPU yang terlindungi dari jaminan sosial ketenagakerjaan ini bisa mencapai 100 persen. PPU itu memperoleh jaminan sosial ketenagakerjaan.

Baca juga : Kebijakan Fiskal Jadi Fondasi Pembangunan

Dia menuturkan, sejatinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2013 telah mengatur tentang pentahapan pencapaian kepesertaan. Bahwa, untuk untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) adalah wajib baik bagi PPU besar, sedang, kecil, hingga mikro. Namun kepesertaan Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP), hanya bersifat sukarela bagi PPU kecil dan mikro.

“Kalau dibiarkan seperti ini, tidak wajib, sukarela, tentu PPU di sektor kecil dan mikro tidak akan memiliki tabungan di masa tuanya. Akhirnya, mereka bisa jatuh miskin di usia lansia,” ujarnya.

Untuk itu, dia mendorong agar Perpres 109 Tahun 2013 ini dievaluasi lantaran tidak sesuai dengan Undang-Undang SJSN. Diharapkan, Perpres ini direvisi sehingga nantinya per 1 Januari 2025, pekerja sektor kecil dan mikro dapat naik kelas. Sehingga mereka punya hak untuk memperoleh JHT dan JP.

Baca juga : Gulkarmat Kewalahan Hadapi Si Jago Merah

“Ini agar kepesertaan jaminan sosial yang belum optimal 50,22 persen tadi, hasilnya naik,” ucapnya.

Edy menilai, peserta jaminan sosial dari PPU ini angkanya tetap stagnan di 50,22 persen. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.