Dark/Light Mode

Pengadilan MK Harus Taat UU & Hukum Acara

Anwar Usman Cs Jangan Keluar Rel

Minggu, 16 Juni 2019 05:23 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Ist
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Mengadili sengketa Pilpres 2019, sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Anwar Usman diminta tetap berada di relnya. Jangan mau terkecoh dan digiring ke luar rel oleh siapapun.

Anggota Tim Hukum 01, Taufik Basari menyebutkan, dalam Pasal 475 UU Nomor 7 Tahun 2017 juncto Pasal 8 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 sudah menjelaskan bahwa MK hanya memeriksa selisih perhitungan suara Pemilu, bukan yang lain-lain.

Dengan kata lain, MK itu hanya ngurusin hasil pemilu, bukan ngubek-ngubek semua proses pemilu. Sebab, urusan proses pemilu merupakan kewenangan lembaga lain. Misal, terkait administrasi persyaratan pencalonan. Yang berhak menyetujui dan membatalkan calon merupakan kewenangan KPU.

Soal dana kampanye dan pelanggaran kampanye merupakan kewenangan KPU dan Bawaslu. Kalau ada pidana pemilu, itu jadi kewenangan Gakkumdu yang kemudian dilanjutkan prosesnya ke kepolisian dan kejaksaan.

“Semua ada rel masing-masing, relnya MK ya itu, memeriksa selisih hasil pemilu,” kata Taufik, dalam diskusi tentang pilpres di D’Counsulate, Jakarta, kemarin.

Makanya, Taufik menilai, beberapa dalil permohonan yang diajukan kubu 02 ke MK itu salah alamat. Misalnya, tentang pengerahan aparat negara dalam pemenangan pasangan petahana sebagai pelanggaran administrasi.

Baca juga : Benyamin Berharap Pendatang Baru di Tangsel Harus Bisa Buka Lapangan Kerja Sendiri

Begitu juga dengan posisi Ma’ruf Amin di dua bank syariah. Persoalan-persoalan itu, kata Taufik, harusnya dibawa ke Bawaslu pada saat masa kampanye.

“Pelanggaran administrasi itu masuk ke Bawaslu. Kemudian pelanggaran administrasi lainnya, seperti money politic, pengerahan ASN, itu ada mekanismenya di Bawaslu,” ujar Taufik.

Dia juga menyebut tuduhan yang disampaikan Bambang Widjojanto cs saat bersidang kemarin lebih menyangkut perasaan, bukan fakta hukum.

Ketua Tim Kuasa Hukum TKN Jokowi-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra juga berpendapat serupa. Menurut dia, kewenangan MK adalah memeriksa perselisihan hasil Pilpres yang kaitannya terkait selisih penghitungan suara. Hal-hal lain tentang persoalan administratif, bukan kewenangan MK.

Dia mencontohkan dalil tim Prabowo terkait status Ma’ruf Amin sebagai Dewan Penasihat di 2 anak perusahaan bank BUMN.

Menurut Yusril, hal itu sudah lewat waktu alias “basi”. Harusnya, kata dia, ketika KPU sudah melakukan verifikasi dan memutuskan calon memenuhi syarat dan kubu 02 keberatan, mereka dapat mengajukan keberatan itu ke Bawaslu. Kalau tidak puas dengan putusan tersebut, bisa dibawa ke PTUN.

Baca juga : Pasang Foto Dengan Mahathir, Anwar Digodain Warganet

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sepikiran dengan kubu 01. Kata dia, permohonan tim hukum Prabowo-Sandi keluar dari prinsip Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Presiden 2019.

Menurut dia, sebagian besar permohonan itu tidak menyangkut hasil Pilpres 2019. Hanya sekitar 30 persen dari permohonan yang menyangkut hasil Pilpres 2019.

“70 persen bobot permohonan itu menyangkut praktik kecurangan yang didalilkan mereka terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif,” ungkap Titi.

Yang dominan dalam permohonan 02, sambungnya, menyangkut pelanggaran persyaratan pencalonan, terjadinya tindak pidana, pelanggaran tahapan, dan ketidakprofesionalan KPU.

“Nah, itu yang lebih dominan ketimbang bicara mengenai angka-angka,” imbuhnya.

Titi merinci ada 6 poin yang jadi substansi permohonan. Pertama, terkait tudingan pelanggaran administratif pemilu. Yakni soal calon wakil presiden nomor urut 02, Ma’ruf Amin, yang masih menjabat dewan penasihat di bank Mandiri Syariah dan BNI. “Itu sangat mundur sekali ke belakang,” kritik Titi.

Baca juga : Tamara : Boleh Nyapa, Asal Jangan Nyubit

Kedua, permohonan terkait dana kampanye kubu 01. Ketiga, persoalan sumber dana kampanye Jokowi yang dianggap melampaui harta yang dimilikinya. Keempat, terkait dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif yang dilakukan paslon 01.

Kemudian kelima, soal kekeliruan penghitungan C1 yang diduga tidak dilakukan dengan benar. Terakhir, soal profesionalisme dan kredibilitas KPU.

Sementara, Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga Teuku Nasrullah mengatakan, wewenang MK bukan terbatas pada mengadili perselisihan suara dalam Pilpres 2019.

Nasrullah mengutip pendapat Yusril Ihza Mahendra saat bersaksi untuk Prabowo-Hatta di MK pada 2014.

“Prof. Yusril Ihza Mahendra menyampaikan yang intinya MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya untuk melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan Pilpres,” kata Nasrullah di Gedung MK, Jakarta, Jumat (14/6).

Masalah substansial yang dimaksud adalah konstitusionalitas dan legalitas dari pelaksanaan pemilu. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.