Dark/Light Mode

Mau Lobi Parpol Lain Tolak Pilkada Dan Pemilu Serentak

NasDem Bisa Jadi Motor Penggerak

Selasa, 2 Februari 2021 06:55 WIB
Ilustrasi Pilkada dan Pemilu. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Pilkada dan Pemilu. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Gelombang penolakan pelaksanaan Pilkada dan Pemilu secara serentak pada 2024 akan semakin membesar. Indikasinya, diketahui dari rencana Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang akan melobi partai lain untuk ikut dalam penolakan tersebut.

“Iya (melobi partai lain). Kita akan terus berjuang keras agar Pemilu dan Pilkada ini tidak serentak,” ungkap Wakil Sekjen Partai NasDem, Dedy Ramanta saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Tanpa dukungan partai lain dan masyarakat, sulit gelombang penolakan ini bisa sukses. Karenanya, semua pihak harus satu suara menolak wacana penggabungan tersebut. Dijelaskannya, dasar dan alasan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada secara serentak di 2024 tidak kuat.

Baca juga : Mobile Lab Pertama Bikinan Indonesia Siap Meluncur Ke Tangerang

Justru, alasan efisiensi dan penghematan anggaran yang selama ini dijadikan dasar tidak terbukti. “Nyatanya, anggaran Pileg (Pemilu Legislatif-red) dan Pilpres (Pemilu Presiden-red) serentak 2019 menghabiskan dana yang besar,” katanya.

Selain itu, dampak lainnya akan membuat mesin partai politik menjadi macet. Bagi partai politik (parpol), pelaksanaan Pilkada di 2022 dan 2023 sebagai cara untuk memanaskan mesin partai. “Kalau mesin partai dingin, tiba-tiba Pemilu, akan merepotkan. Pilkada ini waktu kita menguji kedekatan dengan rakyat,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai NasDem, Ahmad M. Ali. Dia pun mendesak, agar Pilkada serentak tahun 2022 dan 2023 dilaksanakan, demi terpenuhinya hak dasar politik rakyat.

Baca juga : Demokrat Tolak Wacana Pilkada Dan Pemilu Serentak

Menurutnya, pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2020 telah dinilai berjalan baik tidak ada persoalan stabilitas keamanan dan stabilitas pemerintahan yang terganggu. Justru menjadi tidak relevan apabila dikatakan bahwa Pilkada 2022 dan 2023 mengganggu stabilitas pemerintahan nasional.

“Sebaliknya, penyatuan Pemilu Nasional dan Pilkada, Legislatif dan Eksekutif, terutama Pilpres, mengandung risiko sangat besar. Mengganggu stabilitas politik dan sosial. Serta dapat berisiko melemahkan arah berjalannya sistem demokrasi,” paparnya.

Ali sepakat, pelaksanaan Pilkada Serentak pada 2024 hanyaakan membuat banyaknya Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah dan/atau Penjabat Kepala Daerah dalam rentang waktu satu hingga dua tahun.

Baca juga : Rakyat Bisa Jadi Pusing, Bos!

“Kondisi demikian berpotensi membuka celah terjadinya rekayasa politik untuk mendukung kepentingan pihak tertentu. Jauh dari komitmen pelayanan publik,” tudingnya.

Selain itu, akan terjadi pula penumpukan biaya yang membebani APBN. Sementara sistem keuangan dan anggaran Pemilu yang ada saat ini perlu dipertahankan dan terus disempurnakan.

“Mari kedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individu dan kelompok. Marilah berjuang, tidak sekadar memenangkan ruang-ruang elektoral. Tapi juga demi meningkatnya kualitas demokrasi bangsa ini,” tandasnya. [REN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.