Dark/Light Mode

Pilih Proporsional Terbuka, MK Senapas Dengan Rakyat

Jumat, 16 Juni 2023 08:45 WIB
Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan perkara sistem pemilu, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6). (Foto: Khairizal Anwar/RM)
Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan perkara sistem pemilu, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6). (Foto: Khairizal Anwar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Polemik soal sistem tertutup-terbuka yang akan dipakai pada Pemilu 2024 sudah selesai. Kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memilih sistem proporsional terbuka masih berlaku untuk Pemilu 2024. Putusan MK ini senapas dengan mayoritas rakyat yang memang menolak sistem proporsional tertutup.

Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta, kemarin pagi. Sidang dipimpin langsung Ketua MK Anwar Usman. 8 dari 9 hakim hadir. Sedangkan 1 hakim yang lain atas nama Wahiduddin Adams, tidak hadir karena sedang tugas ke luar negeri.

Sebelum sidang dimulai, kawasan di sekitar Gedung MK sudah dipenuhi ribuan personel polisi. Para personel kepolisian itu, disiagakan di sekitar Gedung MK, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Ada yang berjaga di depan dan belakang gedung, ada pula yang berbaris di dalam. Kendaraan taktis (rantis) seperti Barracuda, ikut terparkir di area kompleks gedung.

Kehadiran mereka untuk mengawal jalannya sidang putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tentang Pemilu. Termasuk melakukan rekayasa lalu lintas di sekitar Gedung MK, jika ada massa yang menggeruduk dan menolak putusan. Mengingat putusan yang akan diambil ini telah menyedot perhatian publik selama hampir 1 tahun belakangan.

Sementara, di dalam ruangan sidang, sejumlah anggota DPR turut hadir memantau jalannya putusan. Seperti Supriansa dari Fraksi Golkar, anggota Fraksi Gerindra Habiburokhman, politisi PKS Abu Bakar Al Habsyi, dan anggota Komisi III Fraksi PDIP Arteria Dahlan.

Sekitar pukul 10.45 WIB, sidang pleno soal uji materi sistem pemilu akhirnya dibuka Anwar Usman. Anwar didampingi 7 hakim lainnya, yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.

Seluruh risalah persidangan dibacakan secara bergantian oleh para hakim MK. Mulai dari dalil-dalil yang diajukan pemohon, jawaban dari termohon hingga keterangan saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan.

Setelah hampir 2 jam membacakan risalah sidang, sampailah pada kesimpulan. Poin kesimpulan MK dibacakan langsung Anwar Usman. Dalam kesimpulannya, MK menegaskan bahwa uji materi terkait sistem Pemilu secara proporsional terbuka yang diajukan Demas Brian Wicaksono beserta lima pemohon lainnya, tidak beralasan menurut hukum.

Baca juga : Ketum AMPI: Putusan MK Kemenangan Suara Rakyat!

“Amar putusan, dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar.

MK mengakui bahwa konstitusi Indonesia tidak pernah mengatur jenis sistem yang dipakai dalam pelaksanaan pemilu. Terlebih lagi, hal itu menjadi wewenang pembentuk undang-undang (UU), yaitu DPR dan pemerintah.

Namun, sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka dianggap lebih dekat dengan keinginan para pelaku amandemen UUD 1945. Sebab, memungkinkan masyarakat menentukan sendiri wakilnya di parlemen.

Di sisi lain, MK menyatakan sistem pemilu proporsional terbuka maupun tertutup tetap memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Termasuk adanya money politics.

Dijelaskan dalam sistem terbuka, kandidat yang memiliki sumber daya finansial besar dapat memanfaatkannya untuk mempengaruhi pemilih. Sementara dalam sistem tertutup, praktik terjadi untuk memperebutkan nomor urut 1 dan 2. Sebab nomor urut atas merupakan hasil rekomendasi partai.

Dengan demikian, gugatan Pemohon yang menyatakan sistem pemilu terbuka menggerus peran partai politik tidak terbukti. Termasuk dalil yang menyebut sistem terbuka berpeluang besar menciptakan terjadinya money politics. “Pilihan terhadap sistem pemilihan apapun, sama-sama berpotensi terjadinya praktik politik uang," ujar Hakim Saldi Isra.

Kemudian MK menyatakan, kalau ke depan akan dilakukan perbaikan terhadap sistem yang berlaku saat ini, maka disarankan tujuannya hanya sebatas menyempurnakan sistem pemilu. Perbaikan juga sebaiknya dilakukan jauh-jauh hari agar tidak mengganggu proses yang sudah berjalan.

Selain itu, DPR dan pemerintah harus melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu. Tentunya dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Dissenting Opinion

Baca juga : SBY: Sistem Proporsional Terbuka Sesuai Harapan Rakyat Indonesia

Namun, putusan yang dibuat MK itu tidak bulat. Hakim MK, Arief Hidayat punya pendapat berbeda soal gugatan tersebut atau dissenting opinion.  Arief menilai, gugatan pantas diterima sebagian karena sistem Pemilu saat ini masih belum memadai.

Menurut Arief, peralihan sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas diperlukan. Sebab dari perspektif filosofis dan sosiologis, pelaksanaannya didasarkan pada demokrasi yang rapuh.

Dia mengatakan, para calon anggota legislatif saat ini bersaing tanpa etika dan menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih masyarakat. Persaingan itu pula yang akhirnya menimbulkan konflik karena berbeda pilihan. Ia pun mengusulkan sistem Pemilu yang baru. "Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas, itulah yang saya usulkan," katanya.

Namun karena suaranya 1 banding 7, maka majelis hakim memutuskan Pemilu anggota DPR dan DPRD 2024 tetap menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka.

Tanggapan Partai

Putusan MK yang tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka untuk Pemilu 2024 disambut gembira berbagai kalangan. Kecurigaan selama ini muncul bahwa MK akan mengabulkan gugatan dan mengembalikan pemilu ke sistem proporsional tertutup, akhirnya pupus. 

Usai persidangan, Supriansa mengapresiasi MK yang telah mendengar aspirasi publik. Dia menyampaikan sistem proporsional terbuka masih menjadi pilihan terbaik untuk Pemilu 2024. “Sistem terbuka masih baik, kita harapkan lebih perbaikan, di tahun-tahun mendatang atau periode-periode mendatang," kata politisi Golkar itu.

Aboe Bakar Al Habsyi juga menyampaikan kegembiraannya. Anggota Komisi III DPR RI itu menyebut, dengan sistem proporsional terbuka kontestasi akan berlangsung secara fair. Sebab para caleg akan beradu gagasan dan menampilkan kelebihan yang dimiliki di daerah pemilihannya dan melakukan branding secara mandiri.

“Kami menyambut dengan gembira putusan ini. Putusan MK hari ini sangat di tunggu-tunggu, karena terkait nasib demokrasi Indonesia ke depan,” katanya.

Baca juga : PSI: Proporsional Tertutup Jauhkan Rakyat Dari Wakilnya

Apresiasi juga datang dari Habiburokhman. Politisi yang sempat menebarkan ancaman ke MK ini menilai, putusan itu  membuat sejumlah pemangku kepentingan dapat melanjutkan kerja-kerja kepemiluan dengan lega.

Ia sempat menyinggung Arteria Dahlan, Anggota DPR RI dari F-PDIP yang berada di sampingnya. Meski beda pendapat, Habiburokhman menilai Arteria menunjukkan sikap loyalis dalam menuntut pemilu tertutup.

“Beliau menunjukkan sekali, loyalis sekali menuntut proporsional tertutup. Tetapi usulan-usulan beliau atau perbaikan proporsional terbuka diakomodir oleh hakim MK,” ujarnya.

Menjawab sindiran tersebut, Arteria Dahlan menegaskan walaupun gugatan ini diajukan partainya, namun PDIP tetap menghormati putusan MK. “PDIP partai yang mana partai yang dewasa, kami tanpa putusan MK jauh-jauh hari sudah siap dengan segala sistem Pemilu,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan, partainya akan taat pada konstitusi dan menjalankan putusan MK dengan lapang dada. Meskipun diketahui, sejak awal PDIP berharap sistem pemilu agar dikembalikan pada proporsional tertutup. “Karena kami PDI Perjuangan taat konstitusi, setia pada undang-undang,” ujar Hasto saat menggelar konferensi pers secara daring, kemarin.

Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyambut baik putusan MK yang tetap mempertahankan sistem Pemilu proporsional terbuka. Ia pun menggarisbawahi pernyataan MK soal politik transaksional. “Itu yang membuat saya senang sekali, MK menyentil salah satu dari sumber persoalan praktik politik kita, yaitu demokrasi di internal partai,” ungkap Titi, semalam.

Dia menilai, pernyataan tersebut merupakan teguran MK kepada partai politik yang mempunyai kewenangan untuk mengajukan caleg yang akan bertarung. Dengan adanya putusan ini, Ia berharap parpol segera melakukan pembenahan internal untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas.

“Jadi kalau mau disederhanakan, apapun pilihan sistemnya, semua pasti ada baik dan buruk. Tetapi hulunya itu ada di partai yang bisa menetralisir kebaikan dan keburukan itu,” pungkasnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.