Dark/Light Mode

Menyedihkan, 171 Petugas Pemilu 2024 Wafat

Jumat, 22 Maret 2024 08:00 WIB
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melakukan penghitungan surat suara Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 042 Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/24). (Foto: Rizki Syahputra/RM)
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melakukan penghitungan surat suara Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 042 Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/24). (Foto: Rizki Syahputra/RM)

 Sebelumnya 
Pakar Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengatakan, masih adanya korban karena desain Pemilu serentak tidak berubah. Yakni, masih berupa pemilu lima surat suara dengan kombinasi sistem yang kompleks. Akibatnya, berdampak pada beban kerja yang berat dengan tekanan kerja yang juga besar.

“Selama model keserentakan pemilunya masih seperti saat ini, dengan pemungutan dan penghitungan suara yang berlangsung manual, maka akan selalu ada korban yang terdampak akibat ekses kelelahan dalam menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara,” ulas Titi.

Menurutnya, UU Pemilu harus diubah. Pemilu serentak, seperti saat ini harus disederhanakan. Kata dia, mestinya Pemilu dilakukan dalam dua model keserentakan. Pertama, Pemilu serentak nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPD. Kedua, selang dua tahun dilakukan pemilu serentak lokal atau daerah untuk memilih kepala daerah dah anggota DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Baca juga : Firman Soebagyo: Bisa Terwujud Melalui Langkah Revisi UU DKJ

“Dengan model itu, beban kerja menjadi lebih sederhana dan logis, pemilih dan peserta pemilu juga lebih bisa fokus dalam pelaksanaannya,” usul Titi.

Selain itu, kelelahan juga akibat penghitungan suara yang masih manual dengan terlalu banyak salinan yang harus dibuat untuk diberikan kepada saksi dan berbagai pihak lainnya. Titi mengatakan, pembuat undang-undang harus serius memikirkan transformasi penghitungan dan rekapitulasi suara dari manual ke digital atau elektronik.

Sebenarnya Sirekap sangat strategis sebagai instrumen untuk merealisasikan digitalisasi rekapitulasi suara tersebut. “Sayangnya, KPU kurang serius dan maksimal dalam mengawal realisasinya,” kritik Titi.

Baca juga : Kamrussamad: Butuh Waktu Untuk Menjalankan Transisi

Netizen yang mendengar hal ini hanya bisa mengelus dada. “Turut berduka cita yang mendalam atas meninggalnya anggota penyelenggara Pemilu tahun 2024,” kata @bung_zulzaman.

Akun @PutraErlangga95 hanya bisa mendoakan. “Innalillahi wainnailaihi rojiun. Semoga petugas pemilu yang wafat itu petugas yang amanah, sehingga wafat dalam Husnul khotimah. Aamiin,” ucapnya.

“Turut berduka untuk para petugas Pemilu yang wafat. Doa terbaik untuk mereka,” cuit @aanandi96146004. “Setiap Pemilu selalu ada banyak petugas pemilu yang wafat. Bukannya sistemnya dibenerin malah diromantisasi,” sesal @_Lady_Phi.

Baca juga : Surya Paloh Ucapkan Selamat Ke Prabowo-Gibran, Pendukung AMIN Kecewa

Artikel ini tayang di Rakyat Merdeka Cetak edisi Jumat, 22 Maret 2024 dengan judul Menyedihkan, 171 Petugas Pemilu 2024 Wafat

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.