Dark/Light Mode

Bakal Jadi Perhatian Khusus

KPK Endus Dana Corona untuk Pencitraan Pilkada

Jumat, 10 Juli 2020 06:39 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Tedy O Kroen/RM)
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Tedy O Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - KPK mengendus sejumlah bupati dan wali kota sengaja memperbesar alokasi dana penanganan virus corona alias Covid-19 untuk pencitraan pribadi menjelang Pilkada 2020. Ini jadi perhatian serius lembaga antirasuah.

“Ada daerah kecil, tapi ada daerah justru sangat besar seperti Jember sampai Rp 570 miliar. Usut punya usut ternyata mau pilkada. Ini jadi perhatian khusus KPK, bukan tidak kami perhatikan ini,” kata Ketua KPK Firli Bahuri pada acara ‘Rapat Evaluasi Program Pemberantasan Terintegrasi dan  Penandatanganan Kesepakatan Pemanfaatan Aset’ di Ruang Bina Praja, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), kemarin.

Dalam ceramahnya, Firli mengatakan, dana penanganan Covid-19 tak disangkal sangat rawan penyalahgunaan. Penyalahgunaan terjadi karena pemerintah menganggarkan dana Covid-19 untuk program jaring  pengaman sosial dalam bentuk  bantuan tunai langsung.

Baca juga : Senayan Hargai Kementan

Terkadang, lanjut Firli, petahana atau kepala daerah yang  akan bertarung lagi di pilkada  memanfaatkan momen itu dengan sengaja membagi-bagikan sendiri bantuan sehingga seolah-olah pemilih mengira  itu merupakan bantuan pribadi. Padahal dana bansos bersumber  dari APBD dan APBN. “Di sinilah, peran dari berbagai pihak untuk mengedukasi masyarakat dan sekaligus mengawasinya. KPK tidak akan tinggal diam jika ada kepala daerah bertindak melawan hukum,” tegasnya.

Terkait pengawalan dana penanganan Covid-19, KPK secara khusus telah menempatkan lima anggotanya untuk mendampingi setiap Gugus Tugas dalam proyek pembelian Alat Pelindung Diri (APD). Selain itu, KPK menjalin kerja sama dengan BPK dan BPKP untuk pengawasan dalam bidang pengadaan barang dan jasa, membuat 15 Satuan Tugas tersebar di  setiap Gugus Tugas Covid-19 dan 5 kementerian serta 5 koordinator wilayah.

Pada prinsipnya, papar Firli,  KPK tidak akan menghalang-halangi kebijakan dilakukan setiap kepala daerah, asalkan mengedepankan keselamatan masyarakat. “Jika menyangkut keselamatan, saya berpesan kepada kelapa daerah untuk tidak ragu bertindak, kami siap mendampingi,” tutup Firli.

Baca juga : KPK Dalami Villa Nurhadi dan Perusahaan Keponakannya

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, politik uang masih kerap terjadi saat pemilu di Indonesia. Berdasarkan beberapa penelitian saat ini, politik  uang merajalela. Banyak pemilih menginginkan politik uang. Ini karena kondisi ekonomi rakyat  makin buruk akibat dihantam pandemi corona. “Di masa pandemi corona seperti ini, banyak masyarakat mengalami kesusahan atau kesulitan ekonomi. Tentunya ini akan dimanfaatkan calon untuk  merauf suara. Tentunya, pemilih akan diserang dengan politik uang,” warning Ujang.

Dia berharap, Bawaslu dan KPK bisa lebih jeli melihat politik uang. Diprediksi, politik uang akan menjamur di 270 daerah yang menggelar pilkada. “Jangan sampai demokrasi kita dikotori politik uang. Pada  dasarnya setiap calon pasti akan menggunakan berbagai cara untuk menang,” ujarnya.

Soal adanya hasil survei bahwa masyarakat 3 pulau di Indonesia mau menerima politik uang, Ujang meminta seluruh pihak agar data itu bisa dijadikan  perhatian serius dalam upaya pencegahan. “Walau dalam survei disebut hanya tiga pulau saja. Saya rasa pulau lainnya yang menggelar pilkada juga perlu diperketat pengawasannya. Yang jelas  kita semua tidak boleh lengah dan mentolelir politik uang,” tegasnya.

Baca juga : Gerindra Tolak Pemakai Narkoba Nyalon Pilkada

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperkirakan potensi politik uang di pilkada tahun ini lebih tinggi dibandingkan beberapa pemilihan sebelumnya. Hal ini mengingat kondisi ekonomi masyarakat Indonesia memburuk akibat pandemi corona atau Covid-19. “Kondisi pandemi ini ekonomi kurang  baik, maka money politics bisa  tinggi,” beber Ketua Bawaslu Abhan dalam diskusi virtual.

Abhan memperkirakan modus politik uang berupa bantuan sosial diperkirakan marak terjadi di Pilkada 2020. Ada pula berbentuk pemberian bantuan alat  kesehatan dan alat pelindung diri (APD). Menurutnya, pemberian bansos, alat kesehatan, maupun  APD ini sah-sah saja dalam  kondisi normal. Hanya saja, bagi-bagi uang jelang Pilkada 2020 akan disertai unsur politis. “Nantinya dia diminta untuk memilih. Jadi unsurnya (politik  uang) terpenuhi karena ada unsur untuk mengajak memilih,”  katanya.

Untuk mengantisipasi terjadinya politik uang pada Pilkada 2020, Abhan menilai sudah ada aturan  melarang. Aturan ini tercantum  dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.  Sanksi politik uang bisa berupa pidana maupun administrasi. “Bawaslu punya kewenangan untuk memproses secara ajudikasi dan sanksi paling berat adalah memberikan putusan diskualifikasi,” pungkasnya. [EDY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.