Dark/Light Mode

Tempe Dan Wajah Kita

Minggu, 13 Februari 2022 07:07 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

 Sebelumnya 
Setiap pergantian kabinet, tekad itu terus dicanangkan. Namun, bangsa ini seperti kehilangan benang merah. Kemandirian pangan masih cukup jauh.

Salah satu alasannya, karena pemburu rente yang lebih senang impor. Di situ cuan melimpah. Tak perlu tanam, tak perlu repot. Akibatnya, bangsa ini bisa didikte bangsa lain. Jadi konsumen terus menerus. Seperti kasus kedelai dan tempe ini.

Sebenarnya, ilmuan kita sangat piawai. Pintar-pintar. Alam juga mendukung. Air melimpah, tanah subur, walau terus menyusut.

Baca juga : Bisa Bongkar Tak Bisa Masang

Soal kedelai misalnya. Tahun 1970-an ilmuan Indonesia sudah belajar ke Amerika Serikat, sebagai negara produsen kedelai terbesar di dunia. Di Litbang Pertanian, sudah banyak buku yang ditulis mengenai kedelai.

Sayangnya, sampai sekarang, kita masih terus berkutat dengan problem minyak goreng, kedelai, atau tahu tempe.

Akibatnya, rakyat jadi korban. Sekarang, banyak petani yang sudah berhenti. Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin, ada 32 ribu perajin tempe yang sudah tidak berproduksi. Jumlah karyawannya lebih banyak lagi.

Baca juga : Ketangkap Karena Apes

Mereka yang bangkrut, kata Aip, beralih profesi menjadi tukang parkir, pengamen atau buruh.

Di negeri agraris ini penggemar tempe ini, kemandirian pangan jangan sekadar menjadi pemanis pidato dari waktu ke waktu.

Masih banyak waktu untuk antisipasi. Seriuslah. Termasuk serius dalam politik pertanian serta pertempean. Karena, tempe adalah potret wajah kita. (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.