Dark/Light Mode

Ironi Pahit 25 Tahun

Minggu, 21 Mei 2023 06:06 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketika beberapa tahun lalu ada beberapa menteri terlibat korupsi, “oposisi” berteriak kencang. Yang bukan oposisi, datar-datar saja. Ada juga yang membela diri dengan berbagai macam dalih.

Sekarang, ketika seorang menteri tersangkut kasus korupsi, oposisi terkesan “membela”. Yang bukan oposisi, terlihat garang.

Begitulah bangsa ini melihat sesuatu. Korupsi, atau kasus-kasus lain, kerap kali dilihat dari sudut pandang “di pihak mana dirinya sekarang”.

Ketika pendekatannya “orang kita” atau “bukan orang kita”, merah bisa jadi putih, putih bisa jadi abu-abu.

Baca juga : Rebut Hati Rakyat Di Tahun Politik

Mestinya, tidak ada yang berubah dalam memandang kejahatan terhadap rakyat. Korupsi tetap korupsi. Besar atau kecil. Siapa pun dan pihak mana pun pelakunya. Kalau ada yang terbukti dan layak diusut, mestinya yang lain juga begitu. Sama saja.

Jangan sampai ada kesan tidak tersentuh. Atau menyentuh yang tidak ada. Jangan tebang pilih. Harus konsisten. Karena, tidak jarang kasus yang sebelumnya heboh, bisa tiba-tiba “masuk angin”, tidak diselesaikan setuntas-tuntasnya.

Kenapa? Karena bangsa ini masih berkubang dengan prinsip “orang kita atau “bukan orang kita” itu tadi.

Kalau politik punya prinsip, tidak ada teman abadi, yang ada adalah kepentingan abadi, maka rakyat jangan terkontaminasi prinsip tersebut.

Baca juga : Mundur Karena Nyaleg, Layak Diapresiasi

Kita perlu melihat lebih jernih. Salah ya salah. Benar ya benar. Konsistensi bersikap jangan ditentukan oleh perbedaan pandangan politik atau bendera partai.

Kalau tidak ada konsistensi dalam nenilai satu kasus atau isu, maka bangsa ini akan terus terkungkung dalam sikap yang begitu-begitu saja. Tidak maju-maju dalam memberantas korupsi.

Kalau kebiasaan itu yang berkembang, maka terjadilah “konsistensi untuk tidak konsisten”. Akhirnya, korupsi hanya urusan membela dan menghujat. “Orang kita” atau bukan.

Lengsernya Soeharto, tumbangnya Orde Baru dan lahirnya Reformasi yang bulan ini persis berusia 25 tahun, melihat kondisi sekarang, wajar kalau mengolok-olok: “kalian yang dulu berteriak lantang, sekarang justru menjadi bagian dari keburukan bahkan lebih buruk dari yang kalian hujat dulu”.

Baca juga : Jangan Lukai Hati Rakyat

Korupsi misalnya. Sekarang, kata Menko Polhukam Mahfud Md, noleh kemana saja, ada korupsi. Di darat, di laut dan udara, semuanya ada korupsi. Sangat memprihatinkan.

Kondisi ini diperparah oleh sikap “orang kita atau bukan”, KPK yang dinilai kian lemah, dan lembaga hukum yang masih harus terus digenjot, serta lemahnya keteladanan.

Reformasi yang hanya sekadar menjatuhkan Soeharto, menjadi ironi paling pahit selama 25 tahun terakhir. Sungguh menyedihkan. Jangan terulang.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.