Dark/Light Mode

Tolak Wacana Revisi UU Ketenagakerjaan

Buruh Takut Makin Diisap Dan Dibodohi Pengusaha

Jumat, 12 Juli 2019 11:47 WIB
Sejumlah perwakilan organisasi buruh saat menggelar konferensi pers penolakan rencana revisi UU Ketenagakerjaan di kantor LBH Jakarta, Rabu (10/7). (Foto: VOA).
Sejumlah perwakilan organisasi buruh saat menggelar konferensi pers penolakan rencana revisi UU Ketenagakerjaan di kantor LBH Jakarta, Rabu (10/7). (Foto: VOA).

RM.id  Rakyat Merdeka - Kalangan serikat buruh menolak wacana revisi UU Ketenagakerjaan. Alasannya, revisi justru bakal membuat mereka makin rentan diisap dan dibodohi pengusaha.

Praktek outsourcing dan pemagangan terbukti merugikan buruh lantaran banyaknya hak-hak buruh yang tidak dipenuhi. Seperti gaji sesuai upah minimum dan pesangon ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menyatakan, pihaknya menolak tegas revisi UU Ketenagakerjaan dan mendorongundang-undang yang pro kaum buruh. Menurutnya, revisi undang-undang yang diusulkan oleh kalangan pengusaha itu sangat kental dengan aroma kepentingan pengusaha.

Misalnya, ketentuan yang mendorong fleksibilitas dalam hal jam kerja dan pengupahan,bahkan ada wacana pengurangan kewajiban pesangon bagi karyawan yang mengalami PHK. “Artinya pekerja makin fleksibel, makin mudah didapat kemudian makin mudah di PHK dan bisa diperlakukan semena-mena,” katanya.

Baca juga : Kemenhub Mulai Terapkan Tarif Baru Taksi Online

Dia mengkritik pemerintah yang terkesan hanya mengajak pengusaha untuk berdialog untuk urusan UU Ketenagakerjaan. Seharusnya buruh menjadi pihak yang paling dilibatkan dalam hal ini. Terlebih saat ini masih banyak pekerjaan rumah soal perburuhan.

“Dari sisi regulasi aturan soal kontrak alih daya dan pemagangan sangat merugikan buruh. Kalangan serikat buruh menolak wacana revisi UU Ketenagakerjaan. Alasannya, revisi justru bakal membuat mereka makin rentan diisap dan dibodohi pengusaha. 

Selain itu, masih banyak pelanggaran yang dilakukan pengusaha yang tidak jelas penegakkan hukumnya,” ujarnya. Bahkan data dari Laporan Tren Sosial Ketenagakerjaan di Indonesia dari ILO selama 2014-2015 mengungkap 60 persen buruh dibayar di bawah upah minimum.

“Justru posisi saat ini sangat tidak memberikan perlindungan,ditambah lagi rencana pemerintah melakukan revisi pengurangan atas hak pesangon dan pembatasan terhadap hak mogok. Itu menunjukkan bahwa rakyat semakin dibiarkan pengisapan dan pembodohan,” jelasnya.

Baca juga : TKN Takut MK Diserang Opini Peradilan Sesat

Ketua Departemen Buruh Perempuan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Dian Septi mengatakan, revisi UU Ketenagakerjaan sebagai pukulan kaum buruh setelah PP Pengupahan berhasil disahkan. Di era Jokowi, kebijakan pemerintah belakangan dinilai lebih berpihak kepada pengusaha.

“Pekerja tetap di garis kemiskinan, itu memberi karpet merah bagi pengusaha,” sebutnya. Pihaknya menyoroti soal pelanggengan politik upah murah untuk buruh padat karya. Padahal, upah minimum dinilai sebagai jaring pengaman untuk kesejahteraan buruh.

“Kalau kita miskin bukan karena malas bekerja tapi karena kebijakan yang memiskinkan kaum buruh,” ungkapnya. Dian juga mempersoalkan usulan perluasan kontrak dan outsourcing yang dinilai semakin jauh dari kepastian kerja.

Usulan itu lebih mengarah kepada cara pengusaha mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Pasalnya, buruh menjadi rentan diputus hubungan kerja, dan bisa menjadi bulan-bulanan perusahaan outsourcing. “Outsourcing, kontrak, dan pemagangan malah bisa menyengsarakan buruh,” imbuhnya.

Baca juga : 1.325 Warga Rawajati Korban Banjir Masih Di Pengungsian

Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Djoko Heriyono, revisi UU Ketenagakerjaan sebenarnya tidak mendesak. Tapi jika mau direvisi ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang.

“Umpamanya pengusaha dilarang memPHK sepihak, tanpa ada putusan pengadilan. Kan PHK harus izin, maka kalau tidak ada itu namanya batal demi hukum. Seharusnya kewajiban pekerja, haknya pekerja itu tetap dilaksanakan, dipenuhi. Ketika pengusaha arogan ‘nggak mau pokoknya kamu saya PHK’, nah batal demi hukum ini milik siapa?” jelasnya. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.