Dark/Light Mode

Harga Energi Melejit Akibat Invasi Rusia Ke Ukraina

Pertamina Komit Jaga Pasokan BBM Dan Gas

Rabu, 2 Maret 2022 09:00 WIB
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman. (Foto: Istimewa).
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman. (Foto: Istimewa).

 Sebelumnya 
Fajriyah menegaskan, Pertamina akan terus memantau perkembangan pasar migas dunia berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait dampak strategisnya. “Termasuk penetapan harga BBM non-subsidi,” pungkas Fajriyah. Terpisah, Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengatakan, pihaknya akan terus memantau dampak konflik Rusia-Ukraina. “Perlu terus dimonitor karena kenaikan harga minyak pasti akan berpengaruh terhadap kinerja BUMN bidang migas,” kata Pahala di Jakarta, Kamis (24/2).

Senada, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan, dampak perang tidak saja akan dirasakan Pertamina. Tapi juga perusahaan negara yang menggunakan minyak sebagai instrumen dalam proses penting operasional perusahaan. “Bisa berdampak pada harga migas.

Baca juga : Cari Bantuan Lawan Rusia, Presiden Ukraina Ngelamar Jadi Anggota UE

Sehingga berdampak pula pada Pertamina Hulu dan Pertamina Gas,” ucap Arya di Jakarta, Kamis (24/2). Opsi Kenaikan BBM Menanggapi hal ini, Pengamat Ekonomi Energi & Pertambangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menuturkan, konflik Rusia-Ukraina ini mendorong kelangkaan minyak sehingga harga minyak dunia ikut terkerek. “Kalau harga BBM tidak dinaikkan, Pertamina harus menjual BBM di bawah harga keekonomian dan harus menanggung beban kerugian,” tuturnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, beban kerugian Pertamina bisa saja diganti oleh Pemerintah dalam bentuk dana kompensasi. Tapi itu akan memperberat beban APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Fahmy menyarankan, untuk mengurangi beban APBN, Pemerintah harus menaikkan harga Pertamax sesuai harga pasar.

Baca juga : Imbas Invasi Rusia Ke Ukraina, Harga Pupuk Dan Gandum Berpotensi Naik

Serta menghapus Premium yang subsidinya masih tinggi. Namun, jangan menaikkan harga Pertalite, yang proposi konsumennya mencapai 63 persen. Karena, menurutnya, jumlah konsumen Pertamax dan Premium relatif kecil sehingga tidak akan menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli rakyat. “Pemerintah harus melakukan penyesuaian asumsi harga minyak APBN menjadi 90 dolar AS (Rp 1.290.255) per barel. Mengalihkan subsidi Premium ke Pertalite. Sehingga harga Pertalite tidak dinaikkan,” saran Fahmy.

Untuk diketahui, asumsi APBN 2022 sebesar 63 dolar AS (setara Rp 903.413) per barel. Sementara, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto berpandangan, posisi saat ini menyulitkan Indonesia sebagai importir minyak. “Dengan harga minyak yang terus melambung akibat perang Rusia-Ukraina, maka nilai impor minyak Pertamina juga akan melambung,” ujar Toto kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : Harga BBM Dan Makanan Terancam Melambung

Jalan strategis ke depan, sambung dia, Pertamina harus lebih banyak memiliki sumur produktif. Jika sulit eksplorasi di domestik, maka langkah akuisisi blok minyak di luar negeri juga bisa lebih aktif dilakukan sehingga sumber alternatif pasokan minyak dapat meningkat. “Karena era ke depan juga menuju Energi Baru Terbarukan (EBT), maka investasi di sektor ini harus diperkuat. Pertamina bersama PLN dan BUMN terkait energi lainnya, harus lebih kuat dalam menciptakan daya saing EBT ini,” tegas Toto.  [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.