Dark/Light Mode

Harga Tinggi Dan Cari Bahan Baku Makin Sulit

BUMN Pede Produksi Pupuk Tak Terganggu

Minggu, 17 April 2022 07:30 WIB
Senior Vice President (SVP) Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Laksana. (Foto: ANTARA).
Senior Vice President (SVP) Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Laksana. (Foto: ANTARA).

 Sebelumnya 
“Di Agustus atau September tahun lalu, China dan Rusia menghentikan ekspornya. Padahal, mereka memegang pasar 20 hingga 30 persen di dunia untuk dua jenis pupuk,” ungkapnya.

Selain itu, Rusia juga terkenal sebagai pemasok utama bahan baku pupuk seperti kalium. Rusia memegang peranan terhadap pasar dunia mencapai 25 persen.

Atas berbagai faktor global ini, sambung Wijaya, BUMN Pupuk ini harus mencari sumber-sumber baru untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pupuk.

Mengingat ada komponen bahan baku seperti fosfor dan kalium berasal dari diimpor. Sifatnya yang merupakan barang tambang dan tidak dapat diproduksi dalam negeri.

Baca juga : Kejagung Cari Tersangka Baru

“Biasanya, kami membeli bahan baku pupuk tersebut dari Rusia dan China. Sekarang harus cari sumber baru. (Pengadaan) Fosfor kerja sama dengan Timur Tengah seperti Yordania. Lalu, kalium ada supplier dari Kanada dan Laos,” bebernya.

Ia menggambarkan, di tengah kondisi saat ini, harga satu ton pupuk urea fluktuatif antara 300-500 dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 4,3 juta sampai Rp 7,1 juta. Di akhir 2021, harganya tembus hingga 1.000 dolar AS (Rp 14,3 juta) per ton.

“Di Februari lalu, pupuk jenis Fosfat dan Kalium sudah mencapai 1.100 sampai 1.200 dolar AS (Rp 15,8 juta - Rp 17,2 juta) per ton. Sudah naik dua hingga tiga kali lipat dari seharusnya,” katanya.

Kondisi ini kian sulit akibat terjadinya perang Rusia-Ukraina. Sehingga dikhawatirkan harga pupuk bakalan kembali meroket. Tak hanya itu, kenaikan harga pupuk juga terdampak dari kenaikan harga komoditas energi, khususnya gas.

Baca juga : Tinjau Pasar Muntilan, Kapolri Minta Pedagang Lapor Jika Distribusi Minyak Curah Terganggu

“Karena Pandemi, banyak industri terdampak. Shipping pun sempat terganggu. Faktor-faktor inilah yang membuat harga pupuk tinggi karena ikut harga pasar dunia,” ucapnya.

Meski demikian, ia memastikan, ketersediaan bahan baku untuk produksi pupuk subsidi dan nonsubsidi masih tercukupi. Termasuk tetap menggunakan harga jual pupuk yang berlaku saat ini.

“Stok bahan baku sampai semester I masih aman. Kami juga masih bisa jual pupuk dengan harga lama untuk ritel nonsubsidi,” imbuhnya.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB University) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan hal yang sama.

Baca juga : Boy Thohir Yakin, Mobil Listrik Bisa Diproduksi Di Indonesia

“Pupuk urea, sebelum perang Rusia-Ukraina, sudah naik tiga kali lipat sejak Oktober tahun lalu,” cetus Dwi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Begitu juga dengan pupuk berbasis nitrogen seperti NPK, atau di pasar internasional dikenal dengan pupuk amonium fosfat pun mengalami kenaikan harga cukup tinggi. Hal ini dikarenakan melonjaknya harga gas alam dunia, seiring dengan mulai meningkatnya permintaan pasca pandemi Covid-19.

“Ada potensi harga pupuk akan terus naik karena Rusia adalah eksportir terbesar pupuk di dunia. Apalagi kalau perang dengan Ukraina terus berlanjut,” katanya.

Dia meyakini, kenaikan harga pupuk akan menekan kondisi petani yang membutuhkan pupuk komersial atau nonsubsidi. Ia pun khawatir, masalah tersebut akan berdampak pada petani di beberapa wilayah.  [IMA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.