Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
OJK Stop Program Restrukturisasi Kredit Covid
Bos BRI Pede Kinerja Kredit Tetap Moncer
Selasa, 2 April 2024 07:05 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI telah menerapkan langkah antisipatif untuk merespons berakhirnya program relaksasi restrukturisasi Covid-19. Oleh karenanya, bank pelat merah itu optimistis, penghentian kebijakan tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kinerja.
Per 31 Maret 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 telah berakhir.
Selama empat tahun implementasinya, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp 830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp 348,8 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, sejalan dengan pemulihan ekonomi, tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan, baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur.
Baca juga : Menteri Tito Keluarin 9 Jurus Tekan Inflasi
“Pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp 251,2 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur,” ujar Mahendra dalam keterangan resmi, Minggu (31/3/2024).
Selain itu, lanjut Mahendra, berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023. Serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.
Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical, dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.
OJK menilai, kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian.
“Dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik,” kata mantan Wakil Menteri Luar Negeri itu.
Baca juga : Waspada, Maling Incar Rumah Ditinggal Mudik
Ia menyampaikan, hal tersebut juga didukung oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tumbuhnya investasi.
Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat.
Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik. Ini tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) di level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42 persen serta tingkat rentabilitas yang memadai.
Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global, yang masih tidak menentu.
“Sementara kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5 persen. Yaitu, Non Performing Loan (NPL) Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen,” ucapnya.
Baca juga : The Gunners Gagal Kudeta The Reds
Terkait hal tersebut, Pengamat Perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Paul Sutaryono mengatakan, berakhirnya restrukturisasi kredit menjadi hal positif menandai pemulihan ekonomi yang lebih kuat. Serta memperkuat kepercayaan pasar, mendorong investor dan mendorong tanggung jawab finansial individu dan bisnis.
Sebelumnya, program restrukturisasi kredit diperpanjang hingga 31 Maret 2024 untuk sektor tertentu. Yakni sektor UMKM, sektor penyediaan akomodasi makan dan minum dan sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
“Maka selanjutnya adalah, industri keuangan melakukan stress test, menjadi langkah penting untuk memitigasi risiko dampak penghentian skema restrukturisasi Covid-19,” kata Paul kepada Rakyat Merdeka, Senin (01/04/2024).
Paul juga mengatakan, bank wajib mengerek cadangan setinggi mungkin. Hal itu penting untuk menyerap potensi risiko kredit, pasar, operasional dan likuiditas.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya