Dark/Light Mode

Soal Utang China, Amerika Sepikiran Dengan Mahathir

Jumat, 15 Maret 2019 05:53 WIB
Perdana Menteri Mahathir Mohamad
Perdana Menteri Mahathir Mohamad

RM.id  Rakyat Merdeka - Amerika Serikat punya kesamaan dengan Mahathir Mohamad soal utang China. Baik AS maupun PM Malaysia itu sama-sama memperi- ngatkan bahayanya jebakan utang negeri Tirai Bambu itu.

Peringatan ini disampaikan Dubes AS untuk Australia, Arthur Culvahouse Jr. Pria yang baru saja memegang jabatannnya ini mengaku khawatir dengan cara pemerintah China meminjamkan uang ke negara-negara ber­kembang di Pasifik. Cara itu disebutnya sebagai “payday loan diplomacy” alias atau diplomasi pinjaman cepat dan mudah.

“Saya ingin menggunakan bahasa yang lebih keras. Saya akan menggunakan istilah payday loan diplomacy,” tuturnya kemarin.

Baca juga : Soal Lahan, Adik Prabowo Nunjuk Luhut

Menurut Culvahouse, dana pinja- man ini terlihat menarik dan mudah diperoleh. Namun peminjam se- harusnya mempelajari secara seksama ketentuan-ketentuan mengikat yang menjadi syarat pinjaman itu. AS pun meminta sekutunya dan negara-negara Barat  mengingatkan masyarakat akan bahaya pinjaman tersebut. Akhir tahun lalu, Wapres negeri Paman Sam, Mike Pence sudah lebih dulu memperingatkan negara-negara kecil untuk tidak tergoda utang yang ditawarkan China. Dia menyebut, uang yang ditawarkan untuk proyek konstruksi dan pembangunan infrastruktur itu sebagai jebakan.

“Pinjaman diberikan dengan ikatan dan membuat utang tak terduga,” ujar Pence dalam KTT APEC di Papua Nugini. Dia mendesak negara-negara kecil itu untuk tetap berpegang pada AS. Negeri adidaya itu diklaim Pence tidak menenggelamkan mitra dalam “lautan utang” atau memaksa, me- rusak serta membahayakan kemer- dekaan negara lain.

Pemikiran AS ini sama dengan PM Malaysia Mahathir Mohamad. PM berusia 93 tahun itu akhir Maret ini memperingatkan Filipina agar tak jatuh dalam jebakan utang China.

Baca juga : Mahathir Percaya China

“Jika Anda meminjam uang dalam jumlah besar dari China, kemudian Anda tak sanggup melunasinya, pi- hak peminjam akan berada di bawah kontrol pemberi pinjaman. Jadi, kita harus berhati-hati soal itu,” kata Mahathir di tengah-tengah kunjungan 2 hari di Filipina, pekan lalu.

Menurut Mahathir, negera seperti Filipina harus meregulasi dan mem- batasi pengaruh dari China. Sejak menempati kursi nomor satu pemerintahan Malaysia tahun lalu, Mahathir telah berkali-kali bersumpah merenegosiasi atau membatalkan kesepakatan infrastruktur dengan China yang dibuat pendahulunya, Najib Razak. Ia menilai kesepakatan-kesepa- katan itu tak adil bagi Malaysia.

Pemerintahannya sampai saat ini masih melobi China supaya menu- runkan nilai proyek East Cost Rail Link sebesar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp 285 triliun. Renegosiasi ini telah berlangsung selama 10 bulan sejak koalisi Pakatan Harapan menguasai pemerintahan federal 2018.

Baca juga : Dinasehati Mahathir Soal Utang China, Duterte Tutup Kuping

Selain itu, pemerintahan Mahathir pada Agustus 2018 juga membatalkan proyek kerja sama dengan China untuk pembangunan jalur pipa gas alam di Sabah. Namun, ketika Mahathir memilih kebijakan yang terkesan hati-hati, Presiden Filipina Rodrigo Duterte justru giat menarik investor China untuk mendanai program senilai 108 miliar dolar AS atau setara Rp 1.545 triliun untuk membangun jalan tol, jalur kereta, bandara, pelabuhan dan jembatan dalam 10 tahun ke depan.

Selain itu, Mahathir juga mengingatkan Filipina untuk tidak membiarkan masuknya pekerja asal China dalam jumlah besar karena bakal mengganggu kesetaraan di bidang politik. Saat ini setidaknya 200 ribu warga China telah datang ke Manila sejak Duterte memenangkan pemilihan pada 2016. Kebanyakan dari mereka bekerja di perusahaan-perusahaan game online yang melayani pemain asal negeri panda itu. Sejumlah kritikus juga telah memperingatkan soal potensi jeratan utang China.

Yang dicontohkan adalah nasib yang dialami Sri Lanka setelah berutang ke negara pimpinan Xi Jinping itu. Negara beribu kota Colombo itu harus menyerahkan kepemilikan dua pelabuhan utamanya kepada China karena gagal melunasi pinjaman yang diberikan. Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping juga membantah keras tuduhan ini. Menurutnya, pinjaman yang digelontorkan China dalam Program Jalur Sutra yang saat ini sedang dijalankan negaranya bukan jebakan. China disebutnya tidak memiliki agenda tersembunyi dalam mengge- lontorkan pinjaman ke negara yang membutuhkan.[OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.