Dark/Light Mode

Tinjauan Haji Dalam Berbagai Dimensi

Dimensi Spiritual (4): Perspektif Hakekat

Senin, 11 Juli 2022 06:39 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Di atas langit masih banyak langit. Kita jangan hanya berhenti di level tarikat, tetapi sebaiknya kita menukik mendalami dan menghayati makna hakekat haji.

Dalam perspektif hakekat, haji tidak sekadar mengamalkan rukun-syarat disertai penghayatan mendalam, tetapi kita juga harus mampu memaknai ritualitas haji yang sarat peristiwa simbolik.

Karena itu, dalam perspektif hakekat mungkin tidak berbeda dengan cara pengamalan jamaah haji lain, tetapi pemaknaan terhadap simbol-simbol hajinya yang berbeda. Kelompok ini seolah tidak menekankan arti penting teknis pelaksanaan haji yang memang dengan sendirinya harus begitu, tetapi berusaha memetik hikmah lebih dalam dari proses pelaksanaan haji.

Baca juga : Menghayati Semiotika Haji

Sebagai contoh, Bait Allah (baca: Baitullah) secara lahiriah atau dalam level ufuk terdapat di Mekkah dan untuk mengunjunginya memerlukan dimensi waktu dan tentunya biaya. Bagi mereka, secara batiniah Baitullah bisa hadir atau dapat dihadirkan setiap saat di dalam kalbu.

Ini bukan berarti Baitullah ganda, tetapi kehadiran Baitullah secara spiritual dengan wujud Ka’bah di dalamnya, seseorang bisa lebih khusyuk dalam menunaikan ibadah shalat.

Betapa tidak, mereka bukan hanya menghadap ke arah Ka’bah, tetapi secara spiritual imagination ia sudah bersimpuh di depan Ka’bah. Ia sudah merasakan perjumpaan spiritual (tawajjuh) dengan Ka’bah.

Baca juga : Perspektif Tarekat

Simbol-simbol haji dan umrah dimaknai dengan makna berlapis-lapis. Ayat-ayat dan hadis tentang haji diberi makna ta’wil, sehingga haji terkesan sangat sakral.

Ibadah haji dan umrah sesungguhnya sarat makna sakral, namun juga tidak sepi dari makna profan. Unsur sakral haji dapat dengan mudah terlihat pada pengamalan rukun haji seperti berpakaian ihram menuju padang Arafah untuk melaksanakan wuquf.

Di sana, terasa ada tekanan eksternal dan internal untuk mengakui persamaan diri dengan orang lain dan sekaligus menyatakan secara jujur akan segala kelemahan diri. Semua topeng-topeng kehidupan yang membuat orang lain respek dan hormat, seperti pangkat, jabatan, kebangsawanan, kesarjanaan, dan kekayaan, semuanya berguguran dan tinggallah seorang diri (nafsi-nafsi) sebagai manusia dha’if tanpa daya di hadapan Allah Rabb al-Qadhi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.