Dark/Light Mode

Moralitas Politik Dalam Islam (33)

Pelajaran Dari Diplomasi Publik Nabi Ibrahim

Kamis, 8 Desember 2022 06:29 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur ber­potong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang lalim”. Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim”.

Mereka berkata: “(Kalau de­mikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan”. Mereka bertanya: “Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?”. Ibrahim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. (Q.S. al-Anbiya’/21:58-63).

Baca juga : Belajar Diplomasi Publik Dari Para Nabi-Nabi

Ketika patung-patung mereka dihancurkan, Nabi Ibrahim tetap memperlihatkan ketenangannya ketika ia ditanya Raja tentang siapa yang melakukan penghancuran berhala mereka.

Ia menjawab dengan tenang tuduhan Raja dan kalangan masyarakat dengan penuh diplomasi yang mem­buat masyarakat tidak percaya jika Nabi Ibrahim menjadi pelaku tunggalnya. Jawabannya ialah: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. Bahasa diplomasi ini menyelamatkan Nabi Ibrahim dari amarah raja dan rakyatnya. Seandainya ia dengan lugu menyatakan “aku yang merusaknya” mungkin saat itu juga ia akan dibunuh. Akan tetapi tujuan mulia yang diemban Nabi Ibrahim tidak boleh dilaksanakan secara emosi tanpa perhitungan, seh­ingga Nabi Ibrahim secara spontan menyatakan pernyataan itu.

Baca juga : Belajar Moral Politik dari Ratu Balqis (2)

Nabi Ibrahim mengelabui Raja dan warganya dengan pernyataan itu lalu difahami yang membatat berhala-berhala itu ialah berhala yang paling besar yang sudah digantingi kapak besar.

Masyarakat memahami yang merusak ialah sang berhala besar tetapi Nabi Ibrahim juga tidak serta merta disebut berbohong karena berhala yang paling besar memang yang telah dikalungi kapak itu.

Baca juga : Belajar Moral Politik Dari Ratu Balqis (1)

Meskipun Nabi Ibrahim menurut kacamata diplomasi tidak bohong, tetapi kasus itu membuat Nabi Ibrahim tidak sanggup menghadap pada Allah SWT di Padang Makhsyar karena ia terbebani rasa bersalah yang menganggap dirinya telah berbohong kepada umatnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.