Dark/Light Mode

Membaca Ulang Al-Qur`an (18):

Pendekatan Hermeneutika (3)

Minggu, 9 April 2023 07:20 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Wacana metode Hermeneutika sebagai metode dalam memahami teks-teks luhur agama Islam muncul ketika wilayah politik Islam meluas dan dibutuhkan penafsiran terutama memahami ayat-ayat hukum. Awalnya sekedar metode sastra, kemudian meluas menjadi metode hukum melalui perumusan jenis-jenis ungkapan dalam al-Quran dan pembagian-pembagian pengambilan hukum (istinbath) oleh Imam asy-Syafi’î. Teks Al-Quran dan Sunnah itu ditafsirkan oleh Nabi dan Sahabat dari bahasa Tuhan, sekalipun tidak dengan metode yang sangat rigid. Pada masa Nabi dan Sahabat relative lebih mudah karena para sahabat bisa langsung bertanya kepada Nabi, sementara Nabi bisa bertanya ke Tuhan. Lagi pula sahabat sangat memahami situasi Makkah dan Arab masa itu, plus persaha­batan dengan Nabi (shuhbah) dan kemahiran mereka dalam bahasa Arab.

Baca juga : Pendekatan Hermeneutika (2)

Perkembangan selanjutnya, dunia Islam mengalami stagnan karena berbagai factor. Dari factor internal berupa keju­mudan berfikir sampai kepada factor eksternal dengan penyer­buan bangsa asing yang sudah mulai kuat dan solid. Disiplin-disiplin keislaman, terutama usul fiqih, fiqh, tafsir, dan ulûm al-Qurân mandek setelah se­makin canggih, di satu sisi dan banyaknya pertentangan politik, di sisi lain.

Baca juga : Pendekatan Hermeneutika (1)

Epistemologi tradisional pe­mikiran Islam di kemudian hari lebih banyak beralih ke­pada tradisi skolastik Abad Pertengahan hingga munculnya kembali gerakan pembaharuan pemikiran Islam yang dimulai oleh perjumpaan kaum Muslim dengan kolonialisme. Selama berabad-abad lamanya tidak pernah muncul pemikiran Islam yang sama sekali baru, kecuali sekedar pengulang-ulangan yang bersifat tautologis, di mana umat Islam—dan tradisi hermeneutika Al-Qurannya—tinggal mewa­risi trilogi ortodoksi: paradigma asy-Syâfi‘î, otoritas al-Asy‘arî, dan ekletisisme al-Gazâlî.

Baca juga : Berbagai Perspektif Pemahaman Al-Qur’an

Fase berikutnya, hermeneu­tika al-Quran terjadi pada masa modern ini. Menurut Andrew Rippin, kesadaran tersebut berkaitan dengan kepentingan menciptakan model-model penafsiran yang memadai ter­hadap Al-Quran dengan ban­tuan kesadaran dan beragam metodologi ilmiah yang tersedia. Dengan instrumen metodologis tersebut, penafsiran Al-Quran diharapkan mampu merasionalkan doktrin yang ditemukan dalam, atau dirujukkan kepada Al-Quran, dan pada saat yang sama, mendemitologisasi ber­bagai pemahaman mistis dan metafisik di sekitar penafsiran Al-Quran (Andrew Rippin, 1993, h. 86). Pemikir-pemikir modernis, seperti Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad Abduh, telah mengusahakan agar Al-Quran berbicara tentang realitas. Hanya saja apa yang mereka lakukan tidak lebih dari jawa­ban instan terhadap kebutuhan-kebutuhan aktual masyarakat Muslim dalam rangka memeli­hara (solidaritas) mereka, atau pada saat mereka menganggap Islam membutuhkan pertahanan dari serangan (luar). Konsekuensinya, pemikiran yang mereka ajukan lebih cenderung bersifat apologetis karena tidak berang­kat dari dasar-dasar metodologis yang adekuat untuk disebut sebagai sebuah hermeneutika.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.