Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (48)

Jangan Menjadi Golput

Kamis, 13 Juli 2023 06:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Dalam praktik negara modern ada yang memilih par­lemen sebagai wakil rakyat lalu parlemen mendapat­kan mandat rakyat yang di­wakilinya untuk memilih pemimpin/kepala negara.

Ada juga tetap ada parle­men tetapi masyarakat juga diberikan hak untuk lang­sung memilih pemimpinnya.

Ini semua soal teknis, yang penting etika politiknya, ada hak suara dari masyarakat untuk menentukan pemim­pinnya, baik langsung mau­pun tidak langsung.

Fenomena Golput dalam arti menarik diri untuk tidak terlibat di dalam pemilihan dan pendukungan kepada calon-calon yang ada meru­pakan fenomena yang sering terlihat di mana-mana.

Baca juga : Memperkenalkan Kebebasan Yang Terukur

Kehadiran Golput terutama disebabkan oleh banyak faktor, antara lain ti­dak masuknya angora pilihan mereka di sebagai calon tetap yang bakal dipilih, hilang­nya kepercayaan terhadap penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu), mungkin karena ada unsur nepotisme, money politics, dugaan akan adanya kecurangan, dll.

Akibatnya, ada orang atau kelompok tertentu tidak ingin memikul tanggung jawab Bersama dengan ke­adaan yang tidak ideal. Tidak tertutup kemungkinan karena adanya tujuan khu­sus untuk menggagalkan Pemilu dan pada akhirnya melemahnya sendi-sendi kekuatan negara.

Di saat itulah ia akan bermain, apakah melibatkan negara lain atau kelompok tertentu di dalam masyara­kat untuk mengambil alih kekuasaan.

Alasan lain munculnya Golput ialah adanya kesadaran bahwa partisipasi publik bukanlah sebuah ke­wajiban, tetapi itu hanyalah hak rakyat semata.

Baca juga : Kedudukan Etnik Quraisy

Inilah yang melahirkan perdebatan di kalangan ulama fikih siyasah.

Ada yang mengatakan memilih pemimpin, baik secara individu atau melalui kelompok hukumnya wajib sebagaimana pemahaman mereka terhadap hadis-hadis tersebut di atas.

Pertimbangan lainnya ialah ikut serta memilih apapun kelemahan pemilu itu lebih baik daripada sama sekali tidak ikut memilih. Sebaliknya Golput dianggap lebih banyak mendatangkan mudharat daripada masla­hat, karena itu ada yang mengharamkan Golput.

Orang - orang yang Golput, apalagi yang mem­provokasi masyarakat untuk golpun dianggap menyalahi hukum Syar’i.

Baca juga : Keharusan Adanya Pemimpin

Inilah yang mendasari MUI dalam tahun 2009 dalam suatu pertemuan nasionalnya di Padang Panjang, Sumatera Barat, mengeluarkan fatwa tentang haramnya golput.

Fatwa tersebut didukung oleh beberapa MUI yang ada di beberapa daerah.

Karena itu, sebagai seorang muslim, dan sebagai warga negara yang baik tidak akan pernah mengam­bil sikap golput dalam se­tiap pesta demokrasi karena memilih dan mengangkat seorang pemimpin hukum­nya wajib.

MUI berpegang kepada kaedah fiqh disebutkan: “Mala yatim al-wajib illa bihi fahuwa wajibun” (sesuatu yang menjadi fak­tor terlaksananya sebuah kewajiban maka sesuatu itu menjadi wajib dengan sendirinya. Suatu negara ideal akan terwujud bila me­miliki seorang pemimpin, maka mengikuti pemilihan seorang pemimpin hukum­nya wajib, atau tidak boleh golput. Allahu a’lam.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.