Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (41)

Kapan Formulasi Politik Islam Muncul?

Rabu, 5 Juli 2023 06:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Dalam artikel terdahulu dijelaskan bahwa pada masa awal Islam (proti islamic lowa), masalah politik dalam arti sebuah sistem yang mengatur suksesi pemerintahan berikut struktur pemerintahannya belum ditemukan.

Mulai dari Nabi, sampai berturut-turut ke khalifah penggantinya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, termasuk Mu’awiyah, mempunyai cara suksesi yang berbeda satu sama lain.

Demikian pula struktur pemerintahan belum ditemukan adanya pola dan tatanan secara formal yang dapat dijadikan pedoman di dalam pemerintahan dunia Islam.

Bahkan bentuk negara pun tidak pernah diperkenalkan di awal pemerintahan Islam.

Perkembangan dunia Islam semakin luas dan tantangan global juga semakin komplek maka atas dasar itulah kalangan ulama berusaha menciptakan formula politik yang dapat disebut islami.

Baca juga : Pelajaran Politik Dari Ratu Balqis

Kurang lebih tiga abad setelah Nabi wafat baru muncul pemikiran yang berusaha untuk menciptakan pola penataan politik, seiring semakin berkembangnya wilayah dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi umat Islam saat itu.

Di antara latar belakang yang mendesak perlunya ada sistem yang dapat dijadikan pedoman di dalam menanata pemerintahan semanjak pemerintahan Mua’awiyah, yang memboyong ibu kota politik dunia Islam ke Syiria, tempat ia pernah menjadi Gubernur.

Di Syiria, tepatnya di Damaskus, bertetanggaan dengan kota Byzantium atau Istambul sekarang.

Mu’awiyah banyak mengadopsi sistem pemerintahan kerajaan Byzantium, terutama dalam urusan protokolernya.

Otoritas raja sedemikian tingginya sehingga tidak boleh sembarang orang bisa menemui raja.

Baca juga : Mengenal Kelompok Ahluz Zimmah

Hal yang berbeda dengan apa yang pernah ditradisikan Nabi dan khulafaur rasyidin yang begitu dekatnya dengan seluruh lapisan masyarakat.

Salah seorang tokoh pemikir fikih politik (Fiqh al-Siyasah) ialah Al-Māwardī (991-1031M) dan Al-Ghazālī (w. 1111M).

Selain dari dua orang ini, juga ada nama lain yaitu Al-Baqillānī (W. 1013M) dan Ibn Taymiyyah (w.1328M).

Al-Māwardī pengikut mazhab Syāfi‘ī ini menulis buku monumentalnya: Al-Ahkām Al- Sultāniyyah wa Al-Wilāyāt Al- Dīniyyah.

Buku ini dianggap sebagai pembelaan kepada Khalīfah ‘Abbāsiyah dari ancaman amir-amir Buwaihi yang secara efektif memegang kontrol kekuasaan dan administrasi politik khilāfah itu.

Baca juga : Memperkenalkan Konsep Guluw

Gagasan buku ini menganggap konsep kekuasaan imāmah atas umat yang dipegang khalīfah memiliki legalitas kekuasaan yang sah berdasar ijmā‘ yang wajib ditaati.

Ini juga nanti yang menjadi dasar PBNU menetapkan Bung Karno sebagai Ulil Amr bi al-dharuri li al-syaukah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.