Dark/Light Mode

Beda Antara Kritik Dan Hina

Selasa, 8 Agustus 2023 06:35 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka -
Oleh: Prof. Dr. Tjipta Lesmana
Pengajar Hukum Pers UBK dan UPH, Penulis buku Pencemaran Nama Baik: Antara Indonesia dan Amerika (2005)

Banyak kalangan kita, termasuk akademisi bergelar DR dan Profesor, yang masih kurang paham apa arti “kritik” dan perbedaannya dengan "hina” atau “menghina”. Sebagai Presiden, Jokowi harus siap menerima atau terbuka kritik dari rakyat. Bukankah Presiden dipilih oleh rakyat? Maka, kalau rakyat melemparkan kritik, itu adalah bagian kontrol atau pengawasan dari rakyat. Pertanyaannya: di mana batas kritik itu? Kritik ada batasnya, bukan tanpa batas. Apakah jika Jokowi dituding “bajingan tolol” termasuk juga kritik? Tentu tidak! Bajingan itu istilah yang super kasar, kotor dan keterlaluan.

Baca juga : Kontroversi OTT Kepala Basarnas

Sebelum kita ribut-ribut tentang istilah “bajingan” dan apa beda antara kritik dan penghinaan, sebaiknya kita merenung sejenak apa sesungguhnya arti kritik dan apa bedanya dengan hina? Jika Anda menyamakan kritik dan hina, Anda sungguh ngawur, bukan saja keliru.

Bahwa kritik merupakan bagian dari hak rakyat – siapa pun dia/mereka, termasuk tukang-becak, pelacur, mahasiswa dan konglomerat, untuk mengontrol sepak-terjang atau pelaksanaan tugas seorang Presiden 100 persen benar, tapi apakah Anda tahu apa arti “kritik” itu?

Baca juga : Perang Rusia Vs Ukraina, Perspektif Intelijen Strategis Februari-September 2022

Prof. Arief Budiman (alm), Sosiolog kondang dari Universitas Indonesia yang kemudian hengkang ke salah universitas top di Australia, pernah memberikan definisi tentang “kritik” yang sederhana. Namun, mudah dicernakan oleh siapa pun yang masih memiliki akal sehat. Kritik itu, tulis Arief Budiman, di salah satu koran nasional Indonesia, adalah “menegasikan suatu pendapat atau sikap, menyatakan pendapat yang berbeda yang dari pendapat yang diserang, sekaligus membuktikan bahwa pendapat yang diserang itu tidak benar”.

Jika Anda mengatakan Presiden Jokowi sebetulnya “tegas dan berani”; tapi kemudian ada yang berpendapat Anda salah “ Presiden Jokowi sesungguhnya “lemah kepemimpinannya dan tidak berani mengambil keputusan”, orang lain itu sebenarnya mengkritik pendapat Anda tentang sosok presiden kita. Pendapat orang lain itu destruktif sifatnya, melawan bahkan menghancurkan pendapat Anda. Itulah kritik; tidak ada kritik yang konstruktif, tandas Arief Budiman.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.