Dark/Light Mode

SOS, Pemenuhan Alokasi Pupuk Bersubsidi!

Kamis, 3 September 2020 08:46 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Beras atau pertanian tidak bisa dilepaskan dari masalah pupuk. Malah bisa dikatakan pupuk komoditas yang sangat terkait dengan ketahanan pangan. Jika negara kekurangan pupuk, apalagi harus impor pupuk untuk memenuhi kebutuhan sektor pertanian, rontoklah ketahanan pangan.

Masalah pupuk rupanya cukup ruwet. Pabrik-pabrik pupuk kita sering dituding mengeruk keuntungan besar yang merugikan petani. Pupuk made-in indonesia mahal? Betul, dibandingkan sejumlah negara tetangga seperti RRT, Malaysia dan Brunei. kenapa harga pupuk kita mahal? Karena gas kita mahal, padahal sekitar 70% biaya produksi pupuk berasal dari gas. Dan pemerintah Jokowi tidak berdaya menurunkan harga gas supaya ke tingkat compatible dengan harga gas di sejumlah negara lain.

Baca juga : Buruh Dan Pengusaha Memang Sulit Berdamai!

Itulah sebabnya, pupuk kita harus disubsidi oleh pemerintah. Subsidi ini makin lama makin besar. Pertama, karena kebutuhan pupuk terus meningkat; maklum jumlah rakyat yang sehari-hari makan nasib juga terus meningkat. Kedua, nilai dolar amerika cenderung terus meningkat, karena harga gas dihitung dengan dolar. Ketiga, pabrik pupuk harus bayar bunga bank akibat piutangnya kepada pemerintah kadang lama baru dibayar. Syukur-syukur belakangan pemerintah lebih disiplin melunasi utangnya kepada pabrik pupuk.

Sekitar 3 tahun lalu di kalangan petinggi pemerintah timbul wacana untuk menghapus subsidi pupuk. alasannya, subsidi pupuk hanya menguntungkan pabrik. Lebih baik pemerintah memberiikan subsidi itu langsung saja kepada rakyat; rakyat terima uang langsung dari pemerintah dan rakyat kemudian membeli sendiri pupuk yang dibutuhkan. Kebijakan ini jika sungguh-sungguh dilaksanakan, dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap ketahanan pangan kita.

Baca juga : Buang Segera Persepsi `Hantu TNI`

Dewasa ini, ada masalah serius terkait pupuk. Seperti diketahui, alokasi pupuk bersubsidi setiap tahun mengalami penurunan. Pada 2018, misalnya, pemerintah mengucurkan subsidi pupuk sebanyak 9,5 juta ton. Setahun berselang turun menjadi 8,8 juta ton dan 2020 hanya 7,9 juta ton. Padahal kebutuhan pupuk secara nasional, secara teoritis, bisa mencapai 14 juta ton. Pemerintah harus mengurangi pupuk bersubsidi semata-mata untuk mengurangi beban APBN. Untuk kekurangan pupuk yang timbul, petani apa boleh buat harus membeli pupuk non-subsidi. Setiap tahun pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, menyusun rencana produksi dan kebutuhan pupuk untuk seluruh wilayah kita. Perhitungan ini berdasarkan penghitungan dari para petani, KTNA dan kepala-kepala Dinas Pertanian di Daerah. Perhitungan final kebutuhan pupuk yang sudah di-ACC Menteri Pertanian kemudian dikirim ke kementerian keuangan untuk dianggarkan di APBN.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.