Dark/Light Mode

Jurnalistik Ofensif: Najwa Versus Luhut

Kamis, 8 Oktober 2020 07:57 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Terakhir, Presiden Jokowi mengangkat Luhut sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Pembentukan komite ini, kata Luhut, bertujuan agar penanganan Covid-19 dilakukan beriringan dengan pemulihan ekonomi. Bahkan Jokowi menugaskan Luhut untuk menurunkan angka positif Covid-19 di 9 propinsi yang selama ini “merah” dalam tempo 2 minggu. Ketika wartawan bertanya, apa Bapak bisa sebab Bapak bukan ahli kedokteran atau kesehatan? Luhut jawab penuh PD: memang saya bukan ahli kedokteran. Tapi saya didukung oleh ahli-ahli imiunologi, ada yang dari FK Universitas Indonesia juga. “Saya ini ahli manajemen!” Tapi, bagaimana hasil dari instruksi presiden itu?!

Baca juga : Pagi Ini, 55 Tahun Yang Lalu

Luhut lupa nasehat Sun Tzu bahwa seorang pemimpin, apa pun jabatannya, harus merendah dan merendah. Kalau bisa, jangan tampilkan image di publik tentang kekuasaan dan kedekatan Anda dengan the ruler, apalagi menampilkan arogansi yang hanya mengundang antipati dari banyak kalangan. Luhut harus belajar juga dari mantan atasannya sendiri, Jenderal TNI LB Moerdani. Benny SANGAT dekat dengan Presiden Soeharto, bahkan orang kepercayaan Pak Harto (hingga tahun tertentu), toh tidak banyak orang yang ketika itu tahu bagaimana dekatnya Jenderal Benny dengan penguasa tertinggi . Di mana-mana Benny memperlihatkan dirinya sebagai sosok yang low profile, cool dan kadang melempar guyon kecil kepada wartawan, meski wajahnya sangar. Kembali ke Najwa Shihab. Jurnalis kita ini seyogianya belajar dari sosok pewawancara kondang luar negeri, khususnya Walter Lippman, BarbaraWalters dan David Frost. Saya paling senang menonton wawancara Barbara Walters ketika kuliah di Chicago: suaranya tegas, serius, smart, cantik dan amat populer. Dia kadang menohok narsum juga, tapi tidak sekeras seperti yang dilakukan Najwa Shihab. Walter Lippman salah satu suhu jurnalis yang diakui di Amerika: kalm, kebapakan, serius dan berilmu tinggi. David Frost dikenal wartawan yang berhasil membujuk Presiden Nixon untuk meminta maaf kepada bangsa Amerika karena keterlibatannya dalam Watergate. Sejumlah tokoh dunia pernah diwawancarainya, antara lain Presiden Nelson Mandela, Raja Reza Pahlevi dan Presiden George Bush.

Baca juga : Skandal Pinangki Dan Mimpi Ketemu Pak Ali Said

Satu blunder yang dilakukan oleh Najwa Shihab baru-baru ini adalah wawancara imajinernya dengan Menteri Kesehatan DR. Terawan Agus Putranto. Wawancara dengan kursi kosong, istilahnya, atau fake interview dalam jurnalistik. Saya menyaksikan fake interview itu. Saya hanya geleng-geleng kepala menontonnya: Nana benar-benar telah OFF-SIDE. Lebih dari 10 pertanyaan kritis yang diajukan Nana dengan jawaban “kosong” terkesan melecehkan, dan bahkan menghina Menteri Terawan. Bagaimana Bapak? Koq diam saja? Koq tidak pernah bicara dengan rakyat tentang masalah (Corona) yang begini serus?
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.