Dark/Light Mode

Polemik Tarif Cukai Kantong Plastik Rp 30 Ribu Per Kilogram

Fajar Budiono : Ubah Paradigma Buang Jadi Jual Sampah

Sabtu, 6 Juli 2019 14:49 WIB
Polemik Tarif Cukai Kantong Plastik Rp 30 Ribu Per Kilogram Fajar Budiono : Ubah Paradigma Buang Jadi Jual Sampah

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Keuangan mengusulkan kepada Komisi XI DPR mengenai tarif cukai terhadap kantong plastik. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengusulkan langsung. Dia mengatakan, tarif cukai yang akan dikenakan adalah Rp 30.000 per kilogram atau Rp 200 per lembar, dengan catatan per kilogram terdapat 150 lembar. Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Selasa (2/7). 

Sri Mulyani menjelaskan, jika tarif cukai kantong plastik ditetapkan Rp 30.000 per kg, maka harga jual kantong plastik setelah kena cukai nantinya menjadi Rp 450-Rp 500 per lembar. 

Di sisi lain, kebijakan ini ditolak Asosiasi Industri Olefin, Aromatic dan Plastik Indonesia (Inaplast). Sekjen Inaplast, Fajar Budiono meminta agar pemerintah menelaah kembali kebijakan tersebut. 

“Sebenarnya, cukai plastik fokusnya untuk apa dulu. Untuk penerimaan negara atau perbaikan lingkungan. Kalau penerimaan negara, mohon ditelaah kembali untuk bisa integrasi dengan peraturan-peraturan yang sudah ada,” katanya kepada Rakyat Merdeka, Kamis lalu (4/6). 

Baca juga : Heru Pambudi : Perkara Dapat Uang, Itu Dampak Kebijakan

Jika untuk perbaikan lingkungan, perlu juga dilihat datanya. Sebab, tambah Fajar, data (yang ada di Kemenkeu) sudah disalurkan sejak beberapa tahun lalu, sedangkan data saat ini sudah berubah. Bagaimana penjelasan Kemenkeu serta tanggapan Inaplast terkait hal ini. Berikut wawancaranya. 

Tanggapan Anda mengenai cukai kantong plastik? 
Sebenarnya, cukai plastik fokusnya untuk apa dulu. Untuk penerimaan negara atau perbaikan lingkungan. Kalau penerimaan negara, mohon ditelaah kembali untuk bisa integrasi dengan peraturan-peraturan yang sudah ada. 

Bagaimana penilaian Anda terhadap kebijakan ini? 
Di satu sisi, pemerintah menggalakkan investasi tax holiday di industri hulu. Sementara di industri hilirnya, dibebankan beberapa beban. Seperti PPh dan PPN cukai plastik dan pungutan-pungutan lain. Sehingga, nanti jika investasi dari hulu ini sudah terintegrasi dan berjalan, namun tidak bisa terjual atau tidak terserap ke industri hilirnya. Jadi tax holiday dan tax lower-nya tidak bermanfaat. Selanjutnya misal penerimaannya hanya Rp 500 miliar, bilamana ada penurunan produksi dari industri hilir dari plastik, cukai yang didapat dari Rp 500 miliar itu, tidak sepadan dengan potensi PPh dan PPN yang hilang. 

Bagaimana jika demi perbaikan lingkungan? 
Kalau untuk perbaikan lingkungan, perlu juga dilihat datanya. Sebab, data ini sudah disalurkan sejak beberapa tahun lalu. Sedangkan data sekarang ini sudah berubah. Contoh pengenaan cukai plastik tadi dibagi beberapa produk. Produk plastik konvensional akan dikenakan sebesar Rp 30.000 per kilogram atau Rp 200 per lembar. Lalu plastik yang ramah lingkungan tidak dikenakan cukai atau dikenakan, tapi tidak sebesar plastik konvensional. 

Sebagai informasi, plastik ramah lingkungan untuk mendukung rencana cukai plastik ini, adalah plastik yang bisa terdegradasi dan plastik yang bisa ditambahkan zat tertentu sehingga mudah terdegradasi. 

Baca juga : Kantong Plastik Berbayar Cuma Buat Cari Untung?

Di Eopa bahkan Thailand, plastik yang sejenis ini sudah dilarang. Karena, akan menimbulkan masalah baru sehingga itu dilarang. Sedangkan di Indonesia diberikan insentif, malah tidak dikenakan cukai. Atau kena cukai, tapi tidak sebesar plastik konvensional. 

Kenapa demikian 
Karena, plastik ramah lingkungan ini tidak bisa didaur ulang. Jika plastik ini tercampur dengan plastik konvensional yang selama ini sudah biasa didaur ulang, maka akan merusak plastik konvensional. Sehingga, nanti pemulung tidak mau ambil plastik-plastik semacam ini. Plastik ramah lingkungan namun kebiasaan masyarakat masih membuang sampah sembarangan, nanti akan berceceran ke mana-mana yang hasilnya juga jatuh ke laut. 

Hal ini menimbulkan masalah baru. Jangan sampai sudah diketuk palu, tapi tidak sesuai dengan cita-cita awal dikenakan cukai kantong plastik. 

Saran Anda? 
Yang harus diperbaiki dulu adalah manajemen pengolaan sampahnya. Seperti yang diamanatkan pada pertemuan KTT G20 di Jepang beberapa waktu lalu. Salah satu hasil pertemuan KTT G20 tersebut adalah, tahun 2050 dunia akan menerapkan laut tanpa plastik. Untuk mencapai itu adalah mengurangi fokus dengan cara pengolaan limbah yang bertumpu kepada sirkuler ekonomi. Jika di Indoneaia ujung tonbaknya adalah publik cycle. Baru nanti ada pengepul dan pemulung. Jadi yang muncul ke situ harusnya dikasih insentif. 

Persoalannya bagaimana? 
Akan tetapi, sampai saat ini malah dibebani PPn, PPh, belum lagi dari pemda. Belum lagi di lapangan nanti ada pungutan liar. Kalau nanti industri re-cycle ini lumpuh atau mati, malah tata kelola sampah kita amburadul sebab ujung tombaknya mereka. 

Baca juga : ARTERIA DAHLAN : Jika Diganti Siar, Nanti Diperdebatkan Lagi

Bisakah cukai ini mengatasi persoalan? 
Dengan cukai plastik, kalau kebiasaan manusia tidak diubah, maka akan seenaknya saja membuang sampah sembarangan. Jadi, fokus dulu ke pembenahan manajemen pengelolaan sampahnya. Juga Kemenkeu belum sejalan dengan Kementerian Perindustrian. Dalam hal ini Kemenperin tidak bisa menerima rencana ini. 

Artinya yang perlu diperbaiki hulunya dulu kemudian hilirnya? 
Yang perlu diperbaiki adalah manajemen pengelolaan sampahnya. Kita harus mengubah paradigma angkuh, buang, menjadi pilah proses jual. 

Langkah konkretnya apa? 
Masyarakat harus diedukasi, kemudian industri daur ulang mesti dibuat insentif. Kemudian, semua orang harus peduli. Selama ini, kami memulai dengan gerakan ke arah sana. 

Gerakan apa? 
Selama tiga tahun ini, kami ada gerakan namanya manegemen sampah zero (Mazaro). Masalah sampah itu kita selesaikan di sumbernya. Sehingga, sampah-sampah yang mengalir ke tempat penampungan akhir (TPA) itu berkurang.

Hal ini mulai berhasil. Kalau kita buang sampah di tempat penampungan sementara (TPS), kemudian memilah sampah yang punya nilai, lalu dioper ke pemulung. Nah, yang tidak punya nilai jual, baru buang ke TPA. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.