Dark/Light Mode

Pembebasan Lahan Proyek Infrastruktur

DEWI KARTIKA : Setiap Tahun Selalu Ada Konflik Agraria

Selasa, 19 Februari 2019 10:44 WIB
Pembebasan Lahan Proyek Infrastruktur DEWI KARTIKA : Setiap Tahun Selalu Ada Konflik Agraria

 Sebelumnya 
Contohnya? 
Perkebunan dengan komoditas kelapa sawit sudah menguasai tanah kurang lebih 14 juta hektar di Indonesia. Jadi bisa dibayangkan betapa peruntukkan tanah dan keluarnya izin-izin perkebunan itu sangat masif dan luas sampai bisa menguasai 14 juta hektar tanah yang ada di Indonesia. 75 persen dari konflik agraria didominasi kelapa sawit.

Alhasil tidak bisa dinafikkan perkebunan kelapa sawit meskipun menjadi komoditas ekspor terbesar di Indonesia, namun sawit itu mengakibatkan jatuhnya korban. Dikarenakan penguasaan pengadaan tanah perkebunan kelapa sawit banyak yang resistansi dari masyarakat lantaran berasal dari wilayah garapan masyarakat yang dikonversi menjadi kebun sawit. Kemudian berkonflik dengan warga setempat. 

Baca juga : JOHNNY G PLATE : Maksudnya, Negosiasinya Panjang Dan Bukan Konflik

Selain itu? 
Lalu cara-cara represif masih juga dilakukan oleh pemerintah. Jadi pendekatan keamanan dengan mengerahkan aparat atau bekerjasama dengan penjaga swasta. Nah, ini kerap kali terjadi bentrok dengan masyarakat termasuk pendekatan-pendekatan dengan represif. Jadinya tidak ada dialog, kesepakatan yang disepakati, transparan, dan tidak ada prinsip keadilan yang diutamakan dalam proses pembangunan. 

Kalau pembangunan infrastruktur kenapa menimbulkan konflik agraria? 
Ini kan konfliknya tinggi karena kita punya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk pembangunan Infrastruktur Demi Kepentingan Umum. Nah dalam undang-undang ini proseduralnya sudah ada ketika sebuah tanah dijadikan objek pen-gadaan tanah untuk membangun infrastruktur.

Baca juga : Lelang Dipercepat, Program Infrastruktur Lekas Tercapai

Maka yang harus dijalankan pemerintah khususnya pemerintah daerah yang menjadi pemangku kepentingan dari proyek infrastruktur, baik yang sifatnya strategis atau non strategis adalah harus adanya visibility. Maksudnya studi kelayakan dari proyek tersebut. 

Kemudian sosialisasi kepada masyarakat yang terkena dampak dari proyek ini. Kemudian ada skema lain pembebasan lahan yang sifatnya ganti putus atau ganti rugi. Pada saat debat capres kedua Pak Jokowi sempat mengatakan bukan ganti rugi melainkan untung.

Baca juga : KPK : Pelaksanaan Infrastruktur Paling Rawan Korupsi

Termasuk relokasi, penggantian lahan terhadap warga yang terdampak, serta penyertaan modal. Jadi warga yang terdampak itu tidak dieksekusi dari dampak itu tapi diikutsertakan dalam proyek tersebut. Dari tahapan itu tidak terbuka kepada masyarakat melainkan adanya pemaksaan wilayah. Kemudian ada saja perkataan dari pemangku jabatan jika tidak setuju silakan ke pengadilan. Nah prosesnya itulah yang membuat resistensi dari masyarakat. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.