Dark/Light Mode

Soal Seringnya Aturan Menteri Direvisi Presiden

Yusril Anggap Wajar, Dipo Kasih Wejangan

Kamis, 24 Februari 2022 08:40 WIB
Yusril Ihza Mahendra. (Foto: Instagram @yusrilihzamhd).
Yusril Ihza Mahendra. (Foto: Instagram @yusrilihzamhd).

 Sebelumnya 
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, cabut-revisi aturan di dalam pemerintahan adalah hal yang wajar terjadi. Sebab, tidak semua aturan yang termaktub di Undang-Undang, yang menjadi rujukan setiap aturan turunannya, bisa diterima seluruh rakyat di lapangan. "Ya, normal saja itu," kata Ngabalin, kepada Rakyat Merdeka, Selasa lalu.

Tapi, pakar hukum tata negara Margarito Kamis tak sependapat dengan Ngabalin. Mantan Staf Khusus Mensesneg tahun 2006-2007 itu menilai, cabut-revisi aturan yang terjadi berulang kali itu tidak wajar.

Baca juga : Perpres Terbit, Menteri Teten Tancap Gas Kejar Rasio Kewirausahaan

"Tidak bisa dianggap wajar. Saya menduga ada nuansa suka-suka," kritik Margarito, ketika dihubungi, tadi malam.

Menurutnya, hal paling signifikan yang harus jadi pertimbangan Pemerintah ketika pembentukan peraturan perundang-undangan adalah derajat penerimaan dari masyarakat. "Harus dihitung. Sampai seberapa tepat ini diterima dan membantu masyarakat. Kecuali bukan di negara demokrasi," lanjutnya.

Baca juga : Dianggap Menghina Presiden Erdogan, Wartawan Turki Ditahan

Ia mencontohkan, Permenaker tentang JHT yang diteken Menteri Ida. Menurutnya, aturan pencairan JHT harus menunggu usia 56 tahun memang tidak masuk akal. Apalagi di situasi saat ini.

"Kalau ada penolakan begitu masif, berarti aturan itu tidak reasonable. Kemampuan pemerintah dalam menghitung derajat penerimaan masyarakat ini yang kurang," sentilnya.

Baca juga : Konflik Terus Memanas, Keturunan Pendiri NU Gelar Pertemuan Khusus Di Jombang

Kendati demikian, ia mengapresiasi sikap Menaker yang mau menarik kembali aturan tersebut. Namun, ia berharap kejadian serupa tak terulang lagi. Risikonya, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa turun. Khususnya Presiden, selaku pemikul utama tanggung jawab setiap pemerintah menerbitkan aturan.

"Ini jelas bisa menurunkan derajat kepercayaan kepada Pemerintah, padahal persoalan ini bisa diantisipasi. Di negara liberal seperti Amerika saja, yang negaranya tidak Pancasilais pun kebijakan pro rakyat, masak kita tidak," terangnya. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.