Dark/Light Mode

Duit Subsidi Triliunan Dimakan Orang-orang Kaya, Salah Siapa?

Jumat, 1 Juli 2022 07:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) menyerahkan berkas keterangan pemerintah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2021 kepada Ketua DPR RI Puan Maharani (kedua kanan) saat rapat paripurna ke-26 masa persidangan V tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022). Dalam Rapat Paripurna tersebut mengesahkan RUU pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan menjadi Undang-Undang, penyampaian hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun 2023 serta rencana kerja pemerintah, penyampaian keterangan pemerintah atas RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2021, mengesahkan calon Hakim Agung dan calon Hakim AdHoc Tipikor pada Mahkamah Agung terpilih, dan pengesahan lima RUU provinsi, serta mendengarkan pendapat fraksi-fraksi terhadap RUU usul inisiatif anggota DPR RI tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp).
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) menyerahkan berkas keterangan pemerintah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2021 kepada Ketua DPR RI Puan Maharani (kedua kanan) saat rapat paripurna ke-26 masa persidangan V tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022). Dalam Rapat Paripurna tersebut mengesahkan RUU pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan menjadi Undang-Undang, penyampaian hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun 2023 serta rencana kerja pemerintah, penyampaian keterangan pemerintah atas RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2021, mengesahkan calon Hakim Agung dan calon Hakim AdHoc Tipikor pada Mahkamah Agung terpilih, dan pengesahan lima RUU provinsi, serta mendengarkan pendapat fraksi-fraksi terhadap RUU usul inisiatif anggota DPR RI tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp).

 Sebelumnya 
Data yang dimiliki BKF Kemenkeu, sepanjang tahun 2022 konsumsi LPG 3 kg mencapai 7,82 juta metrik ton. Sementara LPG nonsubsidi hanya 0,58 juta metrik ton. “Distribusi manfaat yang diterima masyarakat terhadap LPG ini memang terlihat dinikmati hampir seluruh masyarakat. Justru lebih banyak dinikmati kelompok yang mampu,” beber Febrio.

Kejadian semacam ini memang terus menjadi evaluasi ke depan. Apalagi, penyediaan LPG di Indonesia, sekitar 89 persen berasal dari impor. Sehingga berdampak pada defisit neraca perdagangan jika konsumsinya tidak dikendalikan.

Sama halnya pada Pertalite. Konsumsi Pertalite mayoritas dikonsumsi masyarakat berpenghasilan atas. Sebesar 40 persen terbawah menikmati 20,7 persen dari total konsumsi atau sekitar 17,1 liter per rumah tangga per bulan. Sementara 60 persen terkaya menikmati hampir 80 persen dari total konsumsi atau 33,3 liter per rumah tangga per bulan.

Baca juga : Semoga Bisa Stop 80 Persen Orang Kaya Beli Pertalite

Siapakah yang salah dengan bocornya anggaran subsidi ke orang kaya? Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno menganggap, akan lebih efektif jika subsidi diberikan ke masyarakat, bukan kepada barang atau jasa. Namun, skema ini butuh data yang akurat. Jika subsidi diberikan kepada barang atau jasa, maka yang lebih menikmati adalah kelompok menengah atas.

“Yang salah kebijakan, yang selama ini tidak didasarkan data yang solid dan terpercaya. Selama ini data didistorsi agar ada diskresi. Diskresi berarti kewenangan, termasuk kewenangan untuk menyimpang dan bermain-main dengan lubang peluang,” kata Hendrawan.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menjelaskan, sebenarnya yang menikmati subsidi bukan hanya si kaya. Ada sekitar 115 juta kelompok menengah rentan, ikut terbantu adanya subsidi. Contohnya, ketika harga Pertamax masih di kisaran Rp 9 ribu, kelas menengah mampu bayar BBM nonsubsidi. Namun, ketika naik drastis, pindah ke Pertalite.

Baca juga : Orang Kaya Pilih Singapura

Bhima justru mempertanyakan definisi kaya dan salah itu, seperti apa. Apakah naik mobil mewah, tapi ngisinya Pertalite? Atau mungkin pemilik perusahaan kakap yang dibantu melalui insentif pajak dan tax amnesty ikut memborong Solar bersubsidi.

Selama ini, kebocoran solar ke industri akibat pengawasan lemah. Juga saat momentum disparitas harga Pertamax dan Pertalite tidak terlampau jauh.

“Tambah alokasi subsidi energi, toh pemerintah masih punya surplus APBN, dan dapat durian runtuh dari ekspor batubara dan sawit. Daripada windfall ekspor masuk ke proyek yang aneh-aneh, lebih baik bantu masyarakat untuk jaga daya beli,” pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.