Dark/Light Mode

Prof. Tjandra: Kasus Perundungan PPDS, Jangan Semua Digeneralisir

Minggu, 20 Agustus 2023 08:27 WIB
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: dok. Pribadi)
Prof. Tjandra Yoga Aditama (Foto: dok. Pribadi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Guru Besar FKUI Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti kasus bullying atau perundungan terhadap peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), yang kini ramai dibicarakan.

Menurutnya, sejak menjadi peserta PPDS 40 tahun lalu, hubungan senior dan junior dalam masa pendidikan, pada dasarnya sama saja seperti sekarang.

Sumpah dokter menyebutkan, teman sejawat sesama dokter sebagai saudara kandung. Apalagi, sesama spesialis di bidang masing-masing.

"Sampai sekarang pun, hubungan sesama dokter spesialis cukup dekat satu dengan lainnya. Bebas berkomunikasi, termasuk di WAG spesialis masing-masing," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Minggu (20/8).

"Kalau kejadian yang sekarang di-blow up sedemikian rupa, di profesi mana pun, sebetulnya juga ada oknum-oknum dan kejadian-kejadian tertentu. Tidak tepat, kalau semuanya digeneralisir," tandasnya.

Baca juga : Menteri Budi: Kominfo Harus Jadi Ujung Tombak Pembangunan Digital

Prof. Tjandra yang juga menjabat Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI menuturkan, semua dokter spesialis yang sekarang bekerja di Indonesia, tadinya adalah PPDS. Sekarang ini, mereka bekerja dengan baik, termasuk di masa Covid-19.

Secara umum, masyarakat mendapat mutu pelayanan baik dari para dokter spesialis. Bukan pelayanan kesehatan dari seorang dokter, yang selama pendidikannya penuh perundungan, seperti dinarasikan luas sekarang ini.

"Masyarakat bahkan bisa bertanya langsung ke dokter spesialisnya masing-masing, apakah sang dokter itu pernah menjadi korban perundungan selama pendidikannya, atau tidak," pungkas mantan Direktur WHO Asia Tenggara ini.

91 Pengaduan

Kamis (17/8) lalu, Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerima 91 pengaduan dugaan perundungan ke kanal laporan Kemenkes, antara tanggal 20 Juli hingga 15 Agustus 2023 pukul 16.00 WIB.

Dari data tersebut, 44 laporan terjadi di rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes, 17 laporan dari RSUD di 6 provinsi, 16 laporan dari FK di 8 provinsi, 6 laporan dari RS milik universitas, 1 laporan dari RS TNI/Polri, dan 1 laporan dari RS swasta.

Baca juga : Prof. Tjandra: Bisa Picu Kematian, Polusi Udara Jangan Diabaikan

Terkait hal tersebut, Irjen Kemenkes drg. Murti Utami mengatakan, total 44 laporan di 11 RS Kemenkes, seluruhnya telah divalidasi.

Sementara 12 laporan dari 3 RS sudah selesai dilakukan investigasi, dan 32 laporan dari 8 RS Kemenkes sedang dalam proses investigasi.

"Mayoritas laporan perundungan terkait permintaan biaya di luar kebutuhan pendidikan, pelayanan dan penelitian, serta tugas jaga di luar batas wajar,” jelas drg. Murti Utami, Kamis (17/8).

3 Dirut RS Disurati

Dalam penelusuran oleh Inspektorat Kemenkes, ditemukan beberapa kasus dengan bukti lengkap yang dijadikan dasar oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehaan, instansi yang mengawasi rumah sakit, untuk memberikan sanksi.

Teguran tertulis diberikan kepada Direktur Utama (Dirut) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta, Dirut RS Hasan Sadikin di Bandung, dan Dirut RS Adam Malik di Medan.

Baca juga : Kepala Perpusnas Gelorakan Semangat Literasi Bung Hatta

Kemenkes juga telah meminta ketiga Dirut rumah sakit tersebut memberikan sanksi kepada staf Medis dan PPDS yang terlibat.

“Saya menerima banyak pertanyaan, mengapa Kemenkes ikut campur menangani urusan perundungan dalam proses pendidikan? Saya tegaskan, Kemenkes menindak perundungan di rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes. Sudah menjadi tanggung jawab kami untuk memastikan, praktek-praktek seperti ini tidak terjadi di lingkungan kami,” papar Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr. Azhar Jaya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.