Dark/Light Mode

Perkara Korupsi Proyek Tol Japek II

Duit Pekerjaan Fiktif Buat Beli Mobil, Bayar Preman

Jumat, 3 Mei 2024 06:10 WIB
Suasana sidang korupsi proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2024). (Foto: Istimewa)
Suasana sidang korupsi proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2024). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Jaksa membongkar pekerjaan fiktif dalam proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II. Uang pembayaran pekerjaan fiktif itu digunakan untuk membeli mobil hingga membayar preman.

Pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kemarin, jaksa menghadirkan dua mantan orang kepala proyek (kapro) Kerja Sama Operasi (KSO) PT Waskita Karya dengan PT Acset Indonusa. KSO Waskita-Acset menjadi pemenang tender proyek tol Japek II.

Saksi Yahya Maulidin merupakan Kapro tahun 2017. Yahya kemudian digantikan saksi Faturrozak.

Terdakwa pada sidang ini adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang JJC Yudhi Mahyudin; tenaga ahli jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting, Toni Budianto Sihite; dan mantan Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas.

Awalnya, jaksa mengonfirma­si isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yahya mengenai pekerjaan fiktif ini. “Karena kebutuhan, kami minta izin juga ke KSO ada kebutuhan seperti lump­sum (pembayaran langsung) konsultan,terus ada pembelian kendaraan kami untuk opera­sional,” dalih Yahya.

“Kendaraan apa yang dibutuh­kan?” jaksa langsung memotong.

“Mobil operasional dalam bentuk satu unit Pajero,” ungkap Yahya.

“Yang lain?” tanya jaksa.

“Ada pembayaran lumpsum dan ada pembuatan penyewaan lahan untuk bacthing plan,” beber Yahya.

Baca juga : Heboh Disawer SYL

Yahya mengemukakan, untuk pertanggungjawaban penggunaan dana lumpsum maka dibuat laporan seolah-olah ada penger­jaan. Padahal pekerjaan itu fiktif.

“Kami ada keperluan untuk proyek, operasional. Nanti kami bikin bukti ganti. Nanti uangnya kami laporkan, tetap kami akan gunakan untuk proyek,” dalih Yahya.

Adapun total pekerjaan fiktif itu sebesar Rp 25 miliar. Rinciannya, Rp 15 miliar saat Yahya menjabat Kapro pada 2017. Sisanya Rp 10 miliar saat Faturrozak menjadi Kapro.

Jaksa kemudian beralih pada saksi Faturrozak, untuk men­gonfirmasi pekerjaan fiktif ini. Fatur berdalih, hanya melanjut­kan apa yang dikerjakan Yahya. Dia juga menyatakan, pekerja fiktif itu atas persetujuan Kuasa KSO Waskita-Acset atau komite manajemen.

“Misalkan pembayaran lembur konsultan itu bujetnya sudah disetujui oleh kuasa KSO. Dalam pelaksanaannya itu tidak bisa dipertanggungjawabkan untuk pembayaran libur konsultan, seh­ingga dibuat bukti ganti menutup pembayaran,” terang Fatur.

Fatur mengaku saat menjadi Kapro, mengajukan biaya peker­jaan fiktif sebesar Rp 10 miliar.

“Terus yang Rp 10 miliar di zaman Saudara dibuat apa?” korek jaksa.

“Ada biaya untuk konsultan kurang lebih Rp 2 miliar, ada biaya untuk koordinasi dengan preman, dengan pengamanan itu termasuk perizinan saat penutu­pan jalur dengan aparat kepoli­sian. Itu juga ada biaya-biaya pengeluaran,” beber Fatur.

“Itu sepengetahuan Pak Dono ya sebagai Kuasa KSO ya?” tanya jaksa.

Baca juga : Banteng Akar Rumput Dukung Bambang Pacul

“Ya, sepengetahuan beliau,” tandas Fatur.

Desain Bukaka

Jaksa juga menanyakan pembagian porsi pekerjaan di KSO Waskita-Acset kepada Yahya. Yahya menjelaskan, pembagiannya pada pekerjaan bored pile sampai dengan pier head. Namun untuk pekerjaan girder dikerjakan bersama-sama.

“Jadi, yang porsi hanya untuk pondasi dan pier head. Waskita mulai Sta (stasioning) 9 sampai dengan Sta 26 (Cikunir sampai Cikarang Utama),” jawab Yahya.

“Acset dari Cikarang Utama sampai dengan Karawang Barat?” tanya jaksa.

“Iya,” jawab Yahya.

Yahya juga menerangkan, proyek tol layang sepanjang 36,2 kilometer (km) itu, jatah peker­jaannya hampir sama. Jatah Waskita Karya sepanjang 18,95 km, sementara Acset Indonusa sepanjang 19 km.

Jaksa lantas menggali mengenai acuan kerja dalam pelaksanaan proyek tersebut. Apakah Yahya mendapat Rencana Teknik Akhir (RTA) dari Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) sebagai pemilik pekerjaan. Karena RTAmerupakan acuan bagi KSO Waskita-Acset untuk melaksanakan proyek tersebut.

“Kalau spesifikasi ada,” jawab Yahya.

Baca juga : Dikbud Ristek Bisa Dipecah, Kementerian LHK Diperkuat

“Kalau RTA karena ini design and build, saya lupa-lupa inget RTA,” Yahya berdalih.

“Saudara tahu salah satu klausal di JJC, di dalam perjanjian BPJT (Badan Penyelenggara Jalan Tol) dan BUJT (Badan Usaha Jalan Tol) itu mewajibkan JJC untuk membuat RTA seba­gai panduan dalam pelaksanaan pekerjaan. Maksud saya, RTA itu disampaikan tidak ke Waskita-Acset?” jaksa kian mencecar lagi.

“Dalam bentuk basic design,” timpal Yahya.

Jaksa pun meminta rincian lebih spesifik lagi, tapi Yahya lagi-lagi mengaku lupa. Lalu, jaksa menanyakan acuan kerja Yahya sebagai Kapro. Yahya menyebut, di antaranya basic design, volume pekerjaan, kedalaman, tinggi pier head, jumlah pier head, dan jumlah bentang baja.

Jaksa penasaran, mencari tahu siapa sosok perencananya. Yahya pun menyebut bahwa ia berkoordinasi dengan Toni sebagai konsultan dari PT LAPI Ganesatama.

“Jadi, Pak Toni dari LAPI itu ditunjuk sebagai perencana dari Waskita-Acset?” lanjut jaksa.

“Ya,” singkat Yahya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.