Dark/Light Mode

Hadapi Kenormalan Baru, Komunikasi Pemerintah Jangan Tumpah Tindih Dan Bikin Bingung

Senin, 1 Juni 2020 19:16 WIB
Direktur The Political Literacy Institute, Dr Gun Gun Heryanto. Foto: Twitter @goenheryanto
Direktur The Political Literacy Institute, Dr Gun Gun Heryanto. Foto: Twitter @goenheryanto

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia bersiap menghadapi kenormalan baru, hidup bersama pandemi Corona Covid-19. Apakah pemerintah dan masyarakat siap dengan hal ini?

Direktur The Political Literacy Institute, Dr Gun Gun Heryanto mengingatkan, kebijakan kenormalan baru ini harus dikomunikasikan dengan khalayak luas dengan baik.

Sebab, kebijakan ini bukan hanya dilakukan pemerintah, tetapi seluruh masyarakat Indonesia.

Baca juga : SC Paderborn 07 vs Borussia Dortmund, Jangan Jumawa Lawan Si Kuncen

"Komunikasi pandemi jadi krusial. Kita melihat sejak kasus ini meledak Desember di Wuhan. Januari dan Februari, narasi yang dibangun oleh pemerintah soal ini nampak blunder. Intensi membangun understanding masyarakat soal ini tidak optimal," saat diskusi serial Webinar Rakyat Merdeka #1 dengan tema "The New Normal, Pemerintah & Masyarakat Sudah Siap Belum?" yang dipandu wartawan senior Rakyat Merdeka, Budi Rahman Hakim, Senin (01/06).

Dalam diskusi yang disiarkan langsung melalui akun Facebook Harian Rakyat Merdeka itu, Gun Gun menambahkan, kebijakan the new normal adalah persoalan timing, kebijakan dan komunikasi publik. Bukan soal tanggal pelaksanaan. Melainkan soal momentum kesiapan dengan parameter-parameter yang telah ditetapkan.

Parameter paling utama adalah indikator epidemiologi yang telah ditetapkan WHO harus terlebih dahulu dipenuhi sebelum menerapkan kenormalan baru.

Baca juga : Putuskan Tahun Ajaran Baru, MPR Minta Pemerintah Dengar Pakar Pendidikan

Selanjutnya, kebijakan seperti apa yang akan diambil pemerintah. "Tahapannya berapa? Singapura tiga tahap new normal. Parameter setiap tahapan bagaimana? Ini sangat penting diketahui publik. Apakah nanti kebijakannya tumpang tindih antara pusat dan daerah, antar intansi?" ungkap Gun Gun.

Kemudian, lanjut Gun Gun, kebijakan tersebut tak lepas dari komunikasi pemerintah. Mestinya, kata Gun Gun, sudah sejak Maret, April dan Mei, narasi yang dibangun adalah tentang pembatasan dan pengetatan.

Sayangnya, bulan-bulan ini narasi yang muncul adalah ketidaksinkronan antara pusat daerah maupun antar leading sector yang menangani Covid-19.

Baca juga : Resort Di Pulau Seribu Jangan Buka Dulu Deh!

Antara pengetatan dan relaksasi saling tumpang tindih. Hal semacam ini tak boleh terulang. "Misalnya keluar Permenhub tentang pelonggaran moda transportasi. Menarasikannya kurang optimal. Public statement-nya Kemenhub, memicu makna polisemi dan multitafsir. Padahal di dalam Permenhub sendiri, eksplisit menyebut pembatasan dan pengendalian," ujar Gun Gun. Setelah fase pembatasan, mulai bulan Mei dan Juni, lanjut Gun Gun, harus digencarkan sosialisasi the new normal.

Perlukah informasi terkait kebijakan new normal Covid-19 ini disampaikan satu pintu? Sebab, terlalu banyak level pemerintah pusat yang berbicara soal kebijakan Covid-19 yang terbukti bikin bingung publik.

Gun Gun menyatakan, salah satu yang urgent di tengah situasi pandemi saat ini adalah information leadership. Presiden bisa mendelegasikan statement kepada jajarannya terkait kebijakan yang akan diambil. "Namun, karena Covid-19 sekarang sudah ada gugus tugasnya, mestinya segala sesuatu informasi tentang kebijakan new normal, item-itemnya, keluar dengan tepat dan optimal dari Gugus Tugas Covid-19," katanya. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.