Dark/Light Mode

Sidang Perkara Korupsi Penjualan Kondensat

Jaksa Tuntut Ganti Rugi Rp 1,7 T Kepada Kursi Kosong

Selasa, 9 Juni 2020 06:34 WIB
Tuntutan terhadap Honggo Hendratno dibacakan kepada kursi kosong karena terdakwa tak bisa dihadirkan ke pengadilan. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Tuntutan terhadap Honggo Hendratno dibacakan kepada kursi kosong karena terdakwa tak bisa dihadirkan ke pengadilan. Foto: Antara/Puspa Perwitasari

RM.id  Rakyat Merdeka - Terdakwa korupsi penjualan kondensat negara Honggo Wendratno tak bisa dihadirkan hingga persidangan perkara ini memasuki tahap pembacaan tuntutan.

Jaksa pun membacakan tuntutan perkara kepada kursi terdakwa yang kosong. “Menyatakan terdakwa Honggo Wendratno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Jaksa Bima Suprayoga pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

Jaksa menuntut mantan Direktur Utama PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) itu dijatuhi hukuman 18 tahun penjara, denda Rp1 miliar dan membayar uang pengganti US$128 juta. Jika memakai kurs saat ini jumlahnya mencapai Rp1,7 triliun. 

Menurut jaksa, perbuatan Honggo memenuhi untuk dakwaan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Tidak ada yang hal meringankan tuntutan terhadap Honggo. Adapun hal yang memberatkan, Honggo menghindari melarikan diri untuk menghindari proses hukum. Ia masuk daftar pencarian orang (DPO). 

Pengadilan Tipikor Jakarta juga menggelar sidang pembacaan dakwaan terhadap dua terdakwa lainnya perkara. Yakni mantan Kepala Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas (BP Migas), Raden Priyono serta dan mantan Deputi Finansial, Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono. 

Baca juga : Imam Akui Perintahkan Bereskan Temuan BPK

Jaksa menuntut keduanya dijatuhi hukuman masing-masing 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. 

Menurut jaksa, perbuatan Priyono terbukti merugikan negara mencapai US$ 2.716.859.655. Sebaliknya, memperkaya Honggo. Perbuatannya itu dilakukan bersama-sama Djoko Harsono. 

Priyono dan Djoko mengabaikan berbagai ketentuan ketika menunjuk TPPI sebagai penjual kondensat jatah negara. 

Dalam surat dakwaan disebutkan, kasus ini bermula ketika Honggo mengirim surat tertanggal 5 Mei 2008 kepada BP Migas untuk bisa terlibat dalam program PSO (Public Service Obligation). 

Honggo mengklaim kilang perusahaannya bisa menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene). Juga bisa memproduksi bensin premium oktan 88. 

Padahal saat itu TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi. Tak hanya itu TPPI memiliki utang kepada Pertamina. 

Baca juga : Jelang Lebaran, Mandiri Syariah Siapkan Uang Tunai Rp 1,7 Triliun

Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Djoko menyetujuinya. Priyono kemudian memutuskan penunjuk TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara. Penunjukan ini menyalahi prosedur. Lantaran tidak melibatkan tim penunjukan penjual minyak mentah/kondensat bagian negara. 

Tentunya tidak ada kajian dan analisa mengenai kemampuan TPPI untuk menjalankan amanat itu. Pula tidak ada tender terbatas. 

TPPI tidak terdaftar rekanan BP Migas, tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, bahkan tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/ Irrevocable LC untuk menjual kondensat jatah negara. 

Tanpa kontrak kerja sama dan jaminan pembayaran, Priyono menyerahkan kondensat bagian negara dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun, kepada TPPI. 

Seharusnya, TPPI mengolah kondensat itu menjadi bensin premium oktan 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina. TPPI malah memproduksi produk aromatik. Yang kemudian dijual ke pihak lain. Bukan ke Pertamina. 

Baca juga : Jelang Lebaran, BNI Siapkan Uang Tunai Rp 10,24 Triliun Per Minggu

Kurun 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011, TPPI menerima kondensat mencapai 33.089.400 barel. Nilainya US$2.716.859.655. Setara Rp38 triliun kurs saat ini. 

Menurut jaksa, perbuatan Priyono dan Djoko Harsono memenuhi unsur dakwaan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Yang meringankan tuntutan lantaran kedua terdakwa tidak menikmati uang hasil kejahatannya. Pertimbangan lainnya, ada pemulihan kerugian negara US$2,5 miliar dengan disitanya aset TPPI. [BYU]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.