Dark/Light Mode

Kejagung Curiga Ada Kongkalikong

Kredit Pembiayaan Ekspor Macet, Kocek LPEI Bobol Rp 4,7 Triliun

Kamis, 1 Juli 2021 06:35 WIB
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah. (Foto: Istimewa)
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Berikutnya, DAP selaku Kepala Divisi Analisis Risiko Bisnis II yang diperiksa terkait proses persetujuan kredit untuk PT JMI. Terakhir YTP selaku Kepala Divisi Restrukturisasi Aset II. Ia dikorek mengenai penanganan debitur yang kreditnya macet.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyaluran kredit pembiayaan ekspor LPEI belum mematuhi ketentuan dan menerapkan prinsip tata kelola yang baik.

Temuan itu disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan terhadap LPEI tahun 2017 sampai dengan Semester I 2019. BPK merekomendasikan agar LPEI melakukan perbaikan pada proses bisnis pembiayaan mulai dari penetapan target market, inisiasi hingga monitoring pembiayaan, sebagai bagian dari kerangka penanganan pembiayaan bermasalah.

Baca juga : Entitas Anak WIKA Kantongi Kredit Sindikasi Rp 6 Triliun

Dalam laporan yang dirilis pada 31 Desember 2019 itu disebutkan LPEI memiliki pembiayaan bermasalah yang cukup tinggi (NPF). Ini terjadi di hampir di seluruh sektor pembiayaan. Yang tertinggi antara lain subsektor bidang perikanan dan laut yang punya NPF per tahun 2019 sebesar 56,28 persen.

Kemudian pada subsektor bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi sebesar 28,5 persen. Serta ada pula bidang usaha industri logam dasar, besi baja yang NPF-nya sebesar 29,92 persen. Dan masih banyaknya sektor lain yang punya NPF di level 11 persen – 19 persen.

Temuan BPK kedua dalam laporan tersebut juga menyebutkan ada pemberian fasilitas kepada Grup “JD” yang belum sepenuhnya mempertimbangkan histori kinerja keuangan, proyeksi yang wajar dan kemampuan guarantor.

Baca juga : Kuartal I, Adira Finance Kantongi Pembiayaan Baru Rp 5,4 T

Untuk pembiayaan ini, BPK menyoroti belum dilaksanakan secara optimal serta skema penanganan pembiayaan bermasalah belum dilakukan untuk semua grup debitur.

LPEI mencatatkan penurunan aset hampir 10 persen menjadi Rp 108,7 triliun pada 2019, dibandingkan 2018 senilai Rp 120,1 triliun.

Selain itu, LPEI mencatatkan peningkatan Non Performing Loan (NPL) bruto sebesar 23,39 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan 2019 sebesar 13,73 persen.

Baca juga : Bea Cukai Juanda Gagalkan Penyelundupan Benih Lobster Rp 8 Miliar

Berdasarkan laporan keuangan LPEI, pembiayaan dan piutang bermasalah dalam rupiah naik 53,04 persen menjadi Rp 22,88 triliun, dari Rp 14,95 triliun di sepanjang tahun 2018. Sektor perindustrian, pertanian dan sarana pertanian, serta pertambangan mencatatkan peningkatan NPL yang terbesar.

Pada 30 Juni 2019, NPL menjadi 14,5persen. Peningkatan ini terjadi lantaran LPEI memberikan pembiayaan yang cukup be­sar di Duniatex Group. Totalnya mencapai Rp 3,04 triliun kepada empat perusahaan Duniatex Group.

Rinciannya, Rp 1,2 triliun kepada PT Delta Dunia Textile (DDT), Rp 1,5 triliun kepada Delta Merlin Sandang Textile (DMST), Rp 54 miliar kepada PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), dan Rp 289 miliar kepada PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST). [GPG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.