Dark/Light Mode

Obat Corona Sangat Dibutuhkan

Senayan Ingatkan BPOM Jangan Standar Ganda

Sabtu, 22 Agustus 2020 06:33 WIB
Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty. (Foto: Instagram)
Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty. (Foto: Instagram)

 Sebelumnya 
Uji klinis obat kombinasi dilakukan terhadap 754 subjek. Jumlah ini melebihi target dari BPOM yang hanya 696 subyek. uji klinis fase 3 ini dilak sanakan 7 Juli-4 Agustus 2020 di RSUA, Dustira (Secapa AD), Pusat Isolasi Rusunawa Lamongan dan RS Polri Jakarta. Dikatakan, 85 persen sampel yang diujicobakan dengan obat tersebut sembuh berdasarkan hasil tes PCR. Proses penyem buhan disebut berlangsung mulai dari 1-3 hari.

Pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji menyesalkan sikap “sinis” BPOM terhadap obat Covid-19 yang dikembangkan unair, BiN dan TNi AD. Indriyanto menyebut, seharusnya penelitian yang inovatif dan progresif itu diapresiasi sebagai buah prestasi kebanggaan anak bangsa dan negara.

Baca juga : Komisi V DPR Minta Baleg Segera Bahas RUU LLAJ

“Klaim menemukan obat corona tersebut merupakan hasil dari kombinasi sejumlah obat yang telah diuji dalam tiga tahap. Tim Unair, BIN, TNI AD mengklaim 85 persen sampel yang diujicobakan dengan obat tersebut sembuh berdasarkan hasil tes PCR. Proses penyembuhan disebut berlangsung mulai dari satu hingga 3 hari,” ujar Indriyanto, kemarin.

Temuan dari para ilmuwan patut diapresiasi dan didorong untuk dapat izin edar secara objektif tanpa harus menimbulkan polemik. Indriyanto mengatakan, sebagai lembaga beradab, BPOM seharusnya mengomunikasikan persoalan administratif perizinan itu dengan persuasi terintegrasi dan koordinasi berimbang secara baik dengan Unair, TNI AD dan BIN.

Baca juga : Golkar: Yang Dilakukan Pemerintah Lampaui Tuntutan KAMI

“Bukan cara-cara terbuka dan tidak edukatif yang berdampak pada kerja sama lembaga pene litian,” tegas mantan Pansel KPK ini.

“Apa pun apresiasi patut diberikan kepada unair yang akan lakukan evaluasi uji klinis tersebut,” imbuhnya. Menurut dia, pola terbuka provokatif yang tidak edukatif BPOM ini mengesankan adanya politisasi perizinan yang bernuansa Vested Interest yang ber bungkus kelembagaan BPOM.

Baca juga : DPR Pertanyakan Sikap BPOM Soal Obat Covid-19

Muncul stigma, BPOM menerapkan standar ganda dalam pemberian izin. Sebab, selama ini ada banyak obat yang diberi kan izin oleh BPOM. Indriyanto pun meminta kekurangan-kekurangan persyaratan teknis administratif tentang alasan demografi, pola kesakitan/simtom, sampel uji klinis yang belum acak, dikomunikasi kan dengan soft integrated and balances coordinated.

“Sehingga ke depan tetap menjaga kredibilitas lembaga pemohon izin dan pemberi izin, dan tidak terkesan adanya Vested Interest atas stigma kewenangan kelembagaan BPOM,” tandasnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.