Dark/Light Mode

Revisi UU Narkotika Selalu Gagal Masuk Prolegnas Prioritas

Sabtu, 9 Maret 2019 10:46 WIB
Anggota Fraksi PDIP DPR Henry Yosodiningrat (Foto: Istimewa)
Anggota Fraksi PDIP DPR Henry Yosodiningrat (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Fraksi PDIP DPR Henry Yosodiningrat memandang, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 35/2009 tentang Narkotika tidak bisa ditunda lagi. Sebab, peredaran narkoba saat ini sudah begitu marak. Salah satu hal penting dalam revisi nanti adalah memperkuat peran Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam pemberantasan kejahatan narkoba.

“Undang-Undang Narkotika memiliki 155 pasal. Dari jumlah itu, hanya 37 pasal yang memberikan kewenangan kepada BNN. Selebihnya, mengatur kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes),” ujar Henry, dalam diskusi Empat Pilar MPR yang bertajuk “Narkoba Menghancurkan Kedaulatan NKRI”, di Ruang Wartawan, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Dalam revisi UU Narkotika, sambung dia, peran BNN harus dipertegas. Dengan begitu, BNN memiliki “jenis kelamin” yang jelas, apakah diberi peran dalam upaya pencegahan atau pemberantasan narkoba di Tanah Air. 

Baca juga : Teroris Papua Jangan Dikasih Ampun Lagi

Jika BNN mendapat tugas pencegahan, lanjutnya, kewenangan yang diberikan tidak boleh sekadar mengawasi atau membendung pintu masuk peredaran narkotika. “Kalau mencegah dari pintu masuk, tidak akan bisa. Jumlahnya banyak. Pantai kita hampir 100 ribu kilometer, dan banyak pelabuhan konvensional. Kalau mau, BNN harus membentuk bidang khusus yang dapat mencegah datangnya narkoba dari negara asal,” jelas Anggota Komisi III DPR ini.

Sayangnya, sesal dia, sampai saat ini UU Narkotika belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Henry sudah berusaha agar revisi UU Narkotika masuk Prolegnas Prioritas, namun selalu gagal. 

Karena frustasi, dia pernah menulis surat ke Presiden agar mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). "Saya pernah menulis surat kepada Presiden meminta supaya dikeluarkan Perppu. Sudah cukup beralasan (untuk dikeluarkan Perppu). Saat ini kondisi darurat narkoba, peraturan perundang-undangan yang ada tidak memadai untuk mengatasi kondisi darurat tersebut,” katanya. Namun, Presiden lebih setuju dilakukan revisi UU Narkotika.

Baca juga : Tinjau Ulang Sistem Zonasi PPDB!

Atas hal itu, kata dia, revisi ini tidak bisa ditunda lagi. Henry lalu mencontohkan kasus lepasnya Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief pasca-tertangkap nyabu di sebuah hotel di kawasan Jakarta Barat. Andi Arief positif menggunakan sabu. Namun, Andi pulangkan karena Polisi tak menemukan barang bukti narkoba di lokasi. Polisi hanya menemukan alat yang dipakai Andi.

“Ini tak bisa dibiarkan. Bagaimanapun, pengguna narkoba harus menjalani proses hukum. Dengan dipulangkannya AA ini, generasi milenial kita bisa mengatakan bahwa, 'kita pakai aja deh. Toh kalau kita ditangkap Polisi juga, kita di rehab',” sesal Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) ini.

Bedasar kasus tersebut, sambung dia, revisi UU Narkotika wajib dilakukan. “Narkoba ini kondisi darurat. Peraturan perundang-undangan kita ini tidak memadai untuk mengatasi kondisi tersebut,” tandasnya. [ONI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.