Dark/Light Mode

HNW Tolak Permendikbudristek Soal Kekerasan Seksual

Sabtu, 6 November 2021 11:43 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Ist)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Ist)

 Sebelumnya 
Cegah Kekerasan Seksual Di Kampus 

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam menerangkan peraturan ini untuk mencegah kekerasan sesksual di lingkungan perguruan tinggi. Salah satu poinnya, kampus wajib membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

"Keluarnya Permendikbuddikti tentang pencegahan kekerasan seksual merupakan bentuk nyata komitmen Kementerian untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi," kata Nizam dalam keterangannya.

Baca juga : Gus Halim: Porsi Penempatan Perempuan Indikator Keberhasilan SDGs Desa

Poin lainnya yakni berisi sanksi keras. Misalnya jika ada dosen yang melakukan pelecehan seksual akan diberi sanksi jika terbukti. Sanksi terberat adalah diberhentikan.

"Sanksinya berlapis dan berjenjang, sesuai kesalahan. Dari peringatan sampai pemberhentian tidak dengan hormat. Prinsipnya mendidik dan memberi efek jera," katanya.

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 atau Permen PPKS hadir sebagai langkah awal menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, rektor, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi kita.

Baca juga : Pernyataan Menteri Lingkungan Inggris Soal Zero Deforestation Sesat

Secara gamblang Permen ini mengatur langkah yang harus diambil kampus untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual sehingga penjahat atau predator kekerasan seksesual dapat ditindak tegas untuk menimbulkan efek jera.

Dalam Pasal 5 Permendikbud ini menegaskan, kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Bentuk kekerasan seksual berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 pasal 5 yaitu:

  • menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban
  • memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban
  • menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban
  • menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman
  • mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang Korban
  • mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
  • mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
  • menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban
  • mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi
  • membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban
  • memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual 
  • menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban
  • membuka pakaian Korban tanpa persetujuan korban
  • memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
  • mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual
  • melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi
  • melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin
  • memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi
  • memaksa atau memperdayai korban untuk hamil
  • membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja
  • melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

Tujuh Kondisi Persetujuan Korban Yang Tidak Sah

Baca juga : Sukses Di Baduy, Kemendikbud Ristek Gelar Vaksinasi Di Sukabumi

Persetujuan korban pada bentuk-bentuk kekerasan seksual di atas tidak sah bila korban memiliki kondisi berikut:

  • memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  • mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya
  • mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba
  • mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur
  • memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan
  • mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility)
  • mengalami kondisi terguncang.

[TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.