Dark/Light Mode

Penilaian Perludem

Pemilu 2024 Terburuk Pasca Era Reformasi

Selasa, 27 Februari 2024 07:25 WIB
Peneliti Perludem Ihsan Maulana. (Foto: Dok. Rakyat Merdeka/rm.id)
Peneliti Perludem Ihsan Maulana. (Foto: Dok. Rakyat Merdeka/rm.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai bahwa Pemilu 2024 merupakan pemilu paling buruk yang pernah dilakukan di Indonesia. Sebab, hampir setiap proses penyelenggaraan pemilu selalu diwarnai dengan sejumlah masalah.

“Saya sepakat memang pemilu pasca reformasi ini Pemilu (2024) yang terburuk. Karena hampir di setiap penyelenggaraan pemilu ada catatan terhadap kinerja dari KPU dan Bawaslu,” kata Peneliti Perludem Ihsan Maulana, Senin (26/2/2024).

Dia mengatakan, penghitungan suara lewat alat bantu sistem rekapitulasi pemi­lu (Sirekap) justru hanya sebagian kecil dari segelintir masalah yang muncul. Dia menegaskan, permasalahan justru muncul sejak proses pendaftaran partai politik (parpol).

Baca juga : Pulau Seribu Dipoles Dong

“Belum lagi kalau kita bicara ada isu kontroversi, bagaimana misalnya di tahapan pendaftaran capres-cawapres. Belum lagi netralitas ASN, politisasi bansos yang hari ini kan itu tidak bisa dilakukan oleh Bawaslu,” ungkapnya.

Ihsan bahkan menyinggung kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang pada Pemilu 2024 ini tidak banyak berani mengambil sikap. Menurut dia, tidak beranin­ya Bawaslu mengambil sikap akan bermuara pada penyelesaian akhir sengketa hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ini tentu jadi satu keprihatinan, tapi juga bisa jadi satu sinyal sebetulnya kalau Bawaslu tidak terus berbenah, dia mengabaikan ber­bagai macam temuan dan juga laporan soal khususnya yang berkaitan dengan suara nanti akan bermuara akhir di MK,” tutupnya.

Baca juga : Piala Liga, Si Merah Perpanjang Rekor Juara

Pengamat Komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan, kepercayaan masyarakat kepada KPU dan Bawaslu sudah pada titik terendah. Kedua lembaga ini di­anggap tidak dapat menjaga netralitas.

Tak hanya terhadap KPU dan Bawaslu, menurut Jamiluddin, publik juga sudah me­naruh ketidakpercayaan pada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan tertinggi. Dia menilai, MK di mata publik hanyalah sebagai lembaga kalkulator.

“MK juga dinilai hanya lembaga kalkulator. MK juga dinilai sulit mendapat keadilan. Karena itu, hak angket dapat menjadi solusi,” kata dia.

Baca juga : Laga Basket NBA, Pacers Hentikan Mavericks

Jamiluddin menduga, pengguliran hak angket juga dilakukan untuk mengantisipasi adanya dugaan operasi senyap untuk melolo­skan suatu parpol ke parlemen. Hanya saja, Jamiluddin tidak membeberkan secara detail, Parpol mana yang sedang diupayakan lolos melenggang ke Senayan tersebut.

“Isu adanya dugaan operasi senyap untuk meloloskan salah satu partai politik ke Senayan dapat dibuktikan melalui hak angket,” kata dia.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.