Dark/Light Mode

Kolaborasi Dengan Fintech, Layanan Digital Keuangan Perbankan Harus Terus Berinovasi

Rabu, 16 Desember 2020 10:08 WIB
Ilustrasi layanan digital keuangan. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi layanan digital keuangan. (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
OJK katanya lagi, juga berkeingingan untuk menciptakan inovasi yang bertanggungajawab, responsible innovation. "Ini penting karena kami tidak ingin ada kekacauan di masyarakat," tegasnya.

Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia (BI) M Edhie Purnaman mengatakan, Indonesia memiliki potensi transaksi digital yang tinggi jika dibanding negara ASEAN lainnya. Hasil studi dari Google, Temasec, dan Bain & Company tahun 2020 menunjukkan, Indonesia menjadi negara dengan nilai transaksi ekonomi digital tertinggi di Asean mencapai 44 miliar dolar AS setara Rp 622 triliun dan diprediksi pada 2025 mampu mencapai 124 miliar atau setara Rp 1.752,9 triliun.

Untuk itu, diakui Edhie, regulator perlu mengawasi transaksi digital yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, harus ada sebuah lembaga keuangan sentral yang memantau transaksi digital di Indonesia. "Tujuannya adalah untuk mengawasi dan mendeteksi potential risk yang bisa muncul, sehingga bisa segera diatasi ketika terjadi masalah," imbuhnya.

Baca juga : Jokowi Dapuk Airlangga Jadi Ketua Harian Dewan Nasional Keuangan Inklusif

Ia menegaskan, regulator harus tahu berapa transaksi digital yang beredar untuk mengatur dan mendeteksi. "Jadi, lalu lintas transaksi dan nilainya harus benar-benar bisa dikuasai lembaga keuangan sentral,” katanya.

Edhie menegaskan, dengan mengawasi transaksi digital yang terjadi, pemerintah dapat mencegah dan mengatasi kejahatan-kejahatan siber yang terjadi. Ia berharap regulasi dan supervisi teknologi benar-benar siap pada tahun depan.

Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dan bisnis-bisnis lokal dari kejahatan siber yang mungkin terjadi pada transaksi digital. “Kalau mengetahui nilai transaksinya, negara bisa langsung menelusur dan mengatasi kejahatan siber," terangnya.

Baca juga : Hari Ini Layanan SIM Keliling Di Jakarta Hadir Di 2 Lokasi

Untuk itu, regulasi dan supervisi teknologi harus benar-benar siap pada 2021 nanti agar Indonesia terus menjadi leader di negeri sendiri.

Pakar ekonomi sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Adiningsih menilai, kolaboransi antara perbankan dan fintech akan semakin terbuka lebar seiring semakin maraknya digitalisasi.

Ia melihat, ke depan, kemungkinan juga karena ada open banking, kolaborasi antara bank dan fintech akan semakin terbuka lebar. "Apalagi kalau kita bicara di Indonesia sendiri ternyata masyarakatnya open to digital banking," katanya.

Baca juga : Susi Tunggu Jawaban Hashim

Berdasarkan hasil survey McKinsey pada 2019, sebanyak 56 persen responden non digital di Indonesia menyatakan kemungkinan akan menggunakan layanan perbankan digital (digital banking) dalam enam bulan ke depan.

Survei juga menunjukkan sekitar 50 persen responden mempertimbangkan untuk menggunakan bank tanpa fisik. "Ke depan tampaknya masyarakat kita akan lebih banyak menggunakan digital banking. Masyarakat kita tidak anti, tapi tampaknya menikmati dengan digital banking," kata Sri.

Menurut Sri, kolaborasi perbankan dan fintech akan berdampak positif, karena akan memanfaatkan kelebihan dari keduanya dan sekaligus menutupi kekurangan masing-masing. Misalnya bank dapat memiliki biaya modal yang rendah, sedangkan fintech mendapatkan analitik mutakhir dan manajemen data. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.