Dark/Light Mode

Sambo, BBM & Politisi Yang Ngebet Nyapres

Senin, 5 September 2022 07:39 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Teorinya bagus. Namun dalam praktek – seperti yang terjadi di masa lalu, segala bentuk BLT selalu terjadi penyimpangan, selain dikorup “di tengah jalan”. Berdasarkan berita hampr semua media massa, suara tidak setuju lebih kuat daripada suara setuju.

Soalnya, kenaikan harga BBM bersubsidi kali ini terjadi pada saat harga-harga pangan sudah bergerak naik. Artinya, kehidupan rakyat kelas bawah makin susah. Setelah pertalite dan solar serta gas 3 kg dinaikkan, harga semua komoditi – terutama pangan – pasti bergerak lagi.

Baca juga : Jangan Naikkan Harga Pertalite Rp. 10.000!

Yang lebih mengenaskan, larangan menggunakan pertalite kini dipatok untuk kendaraan mobil di atas 1.400 cc. Padahal mobil 1.400 hingga 1.600 cc masih tergolong mobil kecil, sehingga para pemiliknya dipaksa harus merogoh kocek 2X lipat untuk konsumsi pertalite mereka.

Di balik argumentasi pemerintah, tidak sedikit ahli ekonomi seperti Rizal Ramli yang tidak setuju, bahkan mengecam. Mereka menantang dibukanya dialog – dan debat publik – tentang isu ini. Tantangan Rizal Ramli dkk tidak digubris, sebab pihak pemerintah yakin sekali jalan pikiran mereka sudah benar-sebenarnya. Padahal dalam negara demokrasi, segala permasalahan tidak boleh berjalan “one man show” yang bercorak otoriter. Semua masalah yang menyangkut kepentingan publik harus terbuka untuk didiskusikan secara publik pula. Jika pemerintah berdalih rencana menaikkan harga BBM subsidi sudah memperoleh persetujuan DPR, argumentasi ini pun tidak bisa diterima oleh masyarakat luas. Kenapa? DPR kita – bukan rahasia lagi – selalu “seirama” dengan pemerintah. Maklum, sekitar 80% suara di Senayan selama ini praktis sama dengan suara pemerintah Jokowi.

Baca juga : Bagimu Negeri Lawan Penjahat

Ironisnya, kenaikan harga BBM bersubsidi terjadi ketika di negara tetangga kita, Malaysia, mengalami penurunan, walaupun turun Cuma 5 sen per barel. Yang penting, pemerintah Malaysia tidak menaikkan bensinnya karena khawatir memberatkan beban masyarakat kalangan bawah.

Memang di tingkat internasional, harga minyak saat ini menunjukkan tendensi menurun.

Baca juga : Sangat Mendesak Reformasi Polri

Bagaimana upaya “mendekati” pemerintah Rusia karena minyak Rusia jauh lebih murah dari negara-negara lain? India negara yang cerdik. Diam-diam India dapat ekspor minyak yang besar dari Rusia. Analisis sementara pengamat luar negeri memang mengatakan pemerintah Indonesia tidak berani mendekati Rusia, meskipun Jokowi mempunyai hubungan pribadi yang baik dengan Vladimir Putih, karena takut ditekan oleh Washington. Hal ini menurut hemat kita urusan diplomasi Kemlu kita. Jangan lupa, politik luar negeri satu negara selalu berorientasi untuk kepentingan dalam negeri. Selama ini hubungan RI dengan AS berjalan baik. Tentu kita harus tetap menjalin hubungan yang baik dengan AS. Sudah berapa banyak alutsista buatan AS yang kita beli pada era Jokowi ini?
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.