Dark/Light Mode

Rekrut Rektor Asing, Ide Ngawur!

Rabu, 7 Agustus 2019 12:41 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Pembenahan tata-kelola universitas kita juga harus direformasi manakala kita bermimpi memiliki universitas-universitas kelas dunia. Sistem “clique” dalam kepemimpinan masih jadi budaya.

Universitas masih diper- sepsikan tempat cari uang dan kekuasaan. Maka, prinsip “The right man in the right place” sulit diberlakukan. Di sebuah PTS yang saya kenal, ada Dekan yang bisa menjabat 8-10 tahun, padahal kreasi dan inovasinya memimpin fakultas NOL besar.

Modalnya hanya kedekatan dengan Rektorat. Rektor juga kurang becus, tapi disayang oleh pimpinan Yayasan. Di PTN, pemilihan Rektor juga sering bermasalah. Kewenangan Menteri yang sekian puluh persen suara dalam pemilihan Rektor kerap menyebabkan Rektor yang terpilih jauh berbeda dengan aspirasi komunitas universitas, khususnya di kalangan Dewan Guru Besar.

Kewenangan Menteri yang begitu besar kadang kala juga disalahgunakan (abuse) untuk mencari uang. Faktor lain yang membuat sebagian besar universitas kita memble adalah peraturan perundang-undangan yang RIBET sehingga membuat universitas sangat birokratis serta menghambat kreativitas dosen maupun mahasiswa. Variabel penghambat lain:

Baca juga : Freeport Kucurkan 33 Juta Dolar untuk Bangun Pusat Olahraga PON 2020

(a) Pimpinan Yayasan yang tidak qualified dan seringkali campur tangan dalam urusan operasional universitas.

(b) Universitas dikelola berdasarkan prinsip bisnis, cari profit sebesarnya. Jadilah, universitas milik Yayasan dengan kualitas “Garbage in, garbage out”. Kalau masuknya tidak disaring ketat, bagaimana berharap keluaran/ lulusan yang berkualitas?

Aspek kuantitas digenjot demi merauk uang sebanyaknya. Di kampus saya dulu, dan sampai sekarang, Universitry of Chicago, ujian masuk dilakukan 3 tahun sebelum perkuliahan, luar biasa ketat seleksinya.

Lingkungan makro universitas, tentu, membawa pengaruh bagi kehidupan kampus. Sistem kapitalisme ganas yang berlaku di negara kita menghasilkan “homo materialistis”.

Baca juga : Ekspansi Koalisi Durno

Semua profesi kena polusi materi, tidak terkecuali kampus. Budaya korup merajalela di banyak kampus sejalan dengan budaya korup yang semakin “ganas” menjalar ke seluruh sektor kehidupan di negara kita. Jual-beli ijazah atau nilai di mana-mana marak. “Biro jasa” skripsi/thesis/ disertasi tetap laris.

Ada universitas yang banyak meluluskan Doktor Hukum hanya dalam tempo 3 tahun. Di sebuah PTS, ada sejumlah petinggi pemerintah yang bekerja di luar pulau Jawa yang menempuh program S3.

Bagaimana dia bisa rutin masuk kelas padahal memangku jabatan penting di daerahnya? Toh, dia lulus juga dengan nilai cum laude, malah. Tiga tahun yll Menristekti pernah menutup sekian puluh PTS karena berbagai pelanggaran yang dilakukannya. Selama pendidikan tinggi disamakan dengan prestise seseorang.

Selama perguruan tinggi hanya dipersepsikan sebagai “lembaga pemberi gelar, bukan pusat Iptek, bukan untuk membentuk budaya maju berbasis industri”, begitulah kualitas universitas Indonesia, kata Prof. Djoko Santoso, mantan Rektor ITB dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

Baca juga : Sikap Oposisi Sumantri

“Budaya maju berbasis industri hanya bisa dibangun oleh pola pikir dalam suasana akademik dan suasana masyarakat yang berintegritas!” tambah Prof. Djoko ketika saya temui beberapa waktu yang lalu di kantornya, sekaligus ia memperlihatkan saya tumpukan “karya ilmiah” yang penuh unsur plagiatnya untuk memenuhi persyaratan pangkat akademi Profesor.

“Sedih Prof!” ucap Prof. Djoko sambil urut dada. Jadi, wacana impor Rektor asing dari Menristekti KELIRU dan NGAWUR, manakala tujuannya untuk mendongkrak rating universitas di Indonesia. Masih banyak variabel yang harus dibenahi dulu, sebelum Rektornya dicopot. Lagipula, apa Rektor asing mengerti budaya orang Indonesia, perilaku mahasiswa, dosen kita serta tata kelola pendidikan tinggi kita? ***

Prof. Dr. Tjipta Lesmana, M.A., M.A.R.S., mengajar di berbagai universitas selama 40 tahun, pernah Guest Lecturer di Korea Selatan, Moskow dan Inggris.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :