Dark/Light Mode

Menggagas Fikih Siyasah Indonesia (10)

Faktor Negara-negara Asing

Sabtu, 27 Mei 2023 06:00 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

 Sebelumnya 
Raja diperlakukan bagaikan dewa yang tak boleh dibantah. Ia harus diperlakukan sebagai penguasa mutlak yang tak bo­leh dibantah dan dipertanyakan kebijakannya.

Rakyat sudah mulai dipisah­kan dengan penguasa. Jabatan hajib (protokoler) dikembang­kan sedemikian rupa sehingga wilayah kekuasaan raja semakin besar.

Berbeda pada zaman Khula­faur Rasyidin, rakyat dan pe­mimpin membaur begitu dekat, sebagaimana juga dicontohkan Rasulullah SAW.

Hajib-hajib sangat full power, menentukan siapa-siapa yang berhak menghadap atau diterima raja.

Baca juga : Pengalaman Suksesi Pasca Khulafaur Rasidin

Dalam sistem perekonomian sepenuhnya di bawah kontrol raja. Khalifah Umayah mengadopsi sistem pengelolaan eko­nomi negeri tetangganya yang kelihatannya sistematis dan teratur tetapi ujung-ujungnya berpusat pada kehendak raja.

Khalifah Mu’awiyah mem­bentuk lima macam kepaniteraan, yaitu urusan korespondensi, urusan pajak, urusan angkatan bersenjata, urusan kepolisian, dan urusan peradilan.

Masing-masing kepaniteraan itu dipimpin oleh seorang panitera, atau mungkin sekarang bisa diparalelkan dengan wazir (menteri).

Di antara jabatan itu, yang paling strategis ialah urusan korespondensi, yang mengatur kepentingan kesejahteraan ke­luarga raja.

Baca juga : Pengalaman Suksesi Ali ibn Abi Thalib

Jabatan ini umumnya selalu dipegang oleh keluarga raja atau pejabat senior kepercayaan lainnya.

Hal positif dari Mu’awiyah ialah lembaga peradilan di­tata dengan baik, dengan mengembangkan prinsip profesionalisme.

Lembaga hukum ini sudah menyiapkan sanksi bertingkat kepada para pelaku kejahatan.

Khalifah Umayah lebih banyak mengikuti model kebi­jakan negara-negara tetangganya seperti Byzantium, yang men­junjung tinggi keadilan.

Baca juga : Pengalaman Suksesi Utsman ibn `Affan

Berbeda dengan Dinasti Abbasiyah yang banyak mengi­kuti pola kerajaan Persia yang ada didekatnya, dimana raja dianggap sebagai titisan dewa yang dijamin kebenarannya.

Titah raja tidak bisa dibantah jika rakyat ingin hidup tenang. Dengan demikian, kedua rezim ini (Mu’awiyah dan Abbasiyah) kedua-duanya mengikuti pola kepemimpinan negeri tetangganya yang menganut sistem monarki.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.