Dark/Light Mode

Terorisme Domestik Di Kongres Amerika

Jumat, 8 Januari 2021 06:45 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Kongres harus menghormati sikap sejumlah anggota, terutama dari partai Republik yang menuding pilpres diwarnai banyak kecurangan. Jangan serta-merta menjatuhkan palu mengesahkan hasil Pilpres. Maka, terjadi kegaduhan diantara wakil-wakil rakyat yang sangat terhormat itu.

Akhirnya diputuskan pengambilan suara untuk menentukan apakah Kongres setuju atau menolak permintaan untuk meninjau ulang hasil Pilpres? Terdapat 3 opsi jawaban: Setuju, tidak setuju dan abatain.

Hasilnya: mayoritas wakil rakyat menjawab ; NAY, alias tidak setuju. Yang jawab “Yes” Cuma sedikit. Ketika Kongres sedang voting itulah, gerombolan massa yang kesetanan menerobos ke dalam gedung, membuat para anggota kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan......

Pasca “pemberontakan” di Kongres, dan situasi mulai redah, pimpinan Kongres satu per satu diberikan kesempatan untuk memberikan pernyataan. Hampir semua pimpinan Kongres, dari Demokrat maupun Republik mengecam aksi pemberontakan itu, termasuk mengecam juga Presiden Donald Trump yang dituding “inciting the mob”, menghasut rakyat.

Baca juga : Disfungsi Jabatan Wakil Menteri (2)

Pernyataan Joe Biden termasuk yang paling keras. Linsey Graham, pimpinan Kongres dari South Carolina (Republik) dengan suara keras menyerang Trump. Ia mengaku sebetulnya kawan lama Trump, tapi ia mengecam sikap Trump yang ngotot. Ketika Mahkamah Agung berbagai negara bagian seperti Pennysilvania, Georgia dan lain-lain menggugurkan gugatan kubu Trump, mau apa lagi? Mau apa Trump?

Enough is enough!” teriak Linsey Graham di Kongres. Bahasa Indonesianya: “Sudahlah Trump, kowe mau apa lagi ?!”

Dari “pemberontakan” yang terjadi di Gedung Kongres Amerika tanggal 6 Januari 2021 waktu Washington DC, beberapa kesimpulan bisa ditarik:

Pertama, politisi sesunggunnya HOMO POLITICUS, persis seperti yang dikatakan Filfuf kondang, Aristotles 2.500 tahun yang lalu, insan yang harus akan kekuasaan. Sekali berkuasa, politisi cenderung tidak mau turun.

Baca juga : Disfungsi Jabatan Wakil Menteri (1)

Kedua, karena dorongan kekuasaan itu, tidak sedikit politisi di seantero dunia yang siap melakukan tindakan apa pun demi mempertahankan kekuasaannya, atau menendang lawan politiknya.

Ketiga, politisi umumnya TIDAK PUNYA RASA MALU. Dua minggu sejak pencoblosan tanggal 3 Nopember 2020, hasil Pilpres di AS sudah hampir pasti: Joe Biden/Harris yang menang. Trump sejak awal terus mengecam, dan menuding CURANG! CURANG! Tapi, bukti konkret tidak mampu diajukan.

Hal ini persis terjadi juga di Negara kita: lawan Jokowi/Ma’ruf Amin terus menuding kubu Jokowi curang, curang dan curang. Setelah MK jatuhkan putusan atas gugatan Prabowo/Sandi, teriakan curang, curang, dan curang bukan redah, tapi semakin keras.

Keempat, politisi tidak segan-segan menggunakan cara apa pun untuk menggapai kekuasaan. Rusuh dan pemberontakan di Gedung Putih hampir mirip dengan peristiwa yang di Jakarta pada pertengahan 2019, segera setelah KPU mengumumkan hasil final Pilpres 2019. Sama dengan yang terjadi di Washington, di Jakarta pun kerusuhan menelan korban jiwa dan menimbulkan banyak kerusakan di mana-mana.

Baca juga : Misteri Diplomat Jerman Ke Kantor FPI

Kelima, pemberontakan di Gedung Putih sungguh mencoreng wajah demokrasi Amerika. Amerika Serikat yang selama ini sering dijuluki “Bapak Demokrasi”, ternyata berubah jadi “Demokrasi KOTOR” karena ulah Donald Trump.

Pemberontakan di gedung Kongres Amerika melahirkan amarah dan gusar banyak kalangan, termasuk anggota Kongres, ahli hukum, politisi dan ahli hukum. Mereka sedang berikhtiar secara serius apakah perlu menjatuhkan (impeach) Presiden Trump dengan menggunakan Amandemen Pasal 25 Konstitusi ?! *

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.