Dark/Light Mode

Guru Besar Unsoed Prof. Muhammad Fauzan:

Presidential Threshold Tak Bisa Dihapus

Selasa, 28 Desember 2021 12:10 WIB
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof. Muhammad Fauzan. (Foto: Ist)
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof. Muhammad Fauzan. (Foto: Ist)

 Sebelumnya 
Konstitusional?

Dalam perkembangannya, lanjut Fauzan, ketentuan mengenai presidential threshold mengakibatkan banyak perdebatan. Khususnya berkaitan dengan apakah ketentuan presidential threshold bertentangan atau tidak dengan UUD NRI Tahun 1945 ?

Baca juga : Menko Polhukam: Presiden Kirim Surpres Ke DPR Bahas RUU ITE

Secara letterlijke atau harfiah, terang Fauzan, ketentuan mengenai presidential threshold dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memang tidak dijumpai. Namun jika melihat ketentuan Pasal 8 ayat (3) ketentuan mengenai ambang batas dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) secara tersirat bukan merupakan hal “yang diharamkan”. Karena ketentuan Pasal 8 ayat (3) menentukan bahwa Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.

Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Baca juga : PKB: Presidential Threshold Diturunkan, Politik Identitas Bisa Dicegah

Berdasarkan hal tersebut di atas, lanjut Fauzan, khususnya dari kalimat meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa ketentuan mengenai presidential threshold sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang dilarang.

"Yang menjadi persoalan sebenarnya hanya terkait dengan besaran jumlah persentase dari presidential threshold dan itu merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy). Sehingga hal tersebut sangat tergantung pada mekanisme pembentukan undang-undang," tuturnya.

Baca juga : Gus Muhaimin Minta Batasan Presidential Threshold Diturunkan Jadi 5-10 Persen

Memperhatikan hal tersebut, maka dalam perkembangan ketatanegaraan, khususnya kebijakan mengenai besaran persentase presidential threshold UU Nomor 23 Tahun 2003 menentukan bahwa : Pasangan Calon hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.

Sementara UU Nomor 42 Tahun 2008 dan UU Nomor 17 Tahun 2017 menentukan persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.