Dark/Light Mode

Modus Kecurangan Penyaluran Minyak Goreng

Bilangnya Untuk Orang Miskin, Padahal Diekspor

Selasa, 12 Juli 2022 07:30 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana. (Foto: Puspenkum Kejagung).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana. (Foto: Puspenkum Kejagung).

 Sebelumnya 
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan lima tersangka. Yakni mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu.

Tersangka lainnya dari produsen dan eksportir CPO yakni Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, Stanley MA.

Kemudian General Manager di Bagian GeneralAffair PTMusim Mas. Picare Tagore Sitanggang. Terakhir, penasihat kebijakan atau analis PT Independent Research & Advisory Indonesia, Lin Che Wei.

Baca juga : Seniman Jabar Promosikan Angklung Untuk Penyandang Disabilitas Di Jepang

Para tersangka dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, melaporkan 8 perusahaan ke Kejagung. Lantaran diduga mengekspor minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang ditaksir merugikan negara. “Potensi kerugiannya Rp 5-6 triliun untuk 1 tahun 2021 saja,” kata Boyamin.

Boyamin enggan mengungkapkan perusahaan-perusahaan itu. Namun ia membocorkan, perusahaan-perusahaan besar itu punya kebun sawit di Kalimantan Timur (Kaltim).

Baca juga : Moeldoko Ajak Warga Kembangkan Potensi Desa Untuk Atasi Kemiskinan Ekstrem

Menurutnya, pemainnya itu-itu saja. “Cek saja yang punya sawit dan CPO siapa. Ini punya afi­liasi saham dan segala macam,” katanya.

Lebih lanjut Boyamin mengatakan, pemerintah seharusnya sudah tahu akan terjadi kelangkaan minyak goreng pada tahun 2021 karena banyak perusahaan mengekspor CPO.

Boyamin menilai, perusahaan memilih mengirim produksi sawit mereka ke luar negeri karena lebih cepat mendapatkan uang. Jika memproduksinya hingga menjadi minyak goreng butuh waktu 3 bulan, ditambah potongan pajak, gaji pegawai dan biaya operasional pabrik.

Baca juga : Gus Halim Tekankan Pentingnya Peran BUMN Dan Swasta Untuk Pembangunan Desa Berkelanjutan

“Ya langsung saja dapat uang sekarang, daripada 3 bulan lagi. Nggak ada semangat membangun bangsa,” katanya.

Selain itu, sikap produsen yang mengekspor CPO menyebabkan bahan baku pembuat minyak goreng hanya dinikmati oleh perusahaan luar negeri. Sehingga investasi untuk membangun pabrik minyak goreng tertuju kepada negara lain.

“Wong di sana sudah langsung menerima CPO, bikin biosolar juga begitu, terus tidak bertambah investasi dan tenaga kerja. Berikutnya, otomatis perusahaan-perusahaan juga tidak berorientasi pengolahan,” pungkas Boyamin. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.