Dark/Light Mode

Ditemukan KPK, Diakui Pemerintah

Data Bansos Kok Hancur-hancuran

Minggu, 10 Mei 2020 06:01 WIB
Mensos Juliari P Batubara (kanan) saat menyerahkan bansos ke masyarakat. (Foto: Dok. Kemensos)
Mensos Juliari P Batubara (kanan) saat menyerahkan bansos ke masyarakat. (Foto: Dok. Kemensos)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyaluran bantuan sosial (bansos) masih menyisakan persoalan. Temuan KPK, data bansos yang dipakai banyak yang ngawur. Pemerintah juga mengakui hal itu. Heran, data bansos kok hancur-hancuran ya... 

Buruknya data bansos diungkapkan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Dia awalnya mengingatkan kepala daerah agar cermat merancang pengadaan untuk pemberian bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19. Proses itu, kata Pahala, punya risiko korupsi paling tinggi. 

“Makanya KPK keluarkan surat edaran, dan itu sudah bilang pengadaan dalam darurat itu boleh,” tuturnya dalam diskusi steraming ‘Cegah Korupsi di Tengah Pandemi’ via Zoom, kemarin. 

Kepala daerah diminta tak khawatir berlebihan dalam proses pengadaan. Pahala mengingatkan, yang paling penting bantuan yang diberikan tidak salah sasaran. “Kita bilang dosa terbesar kalau orang harusnya dapat bansos tapi tidak dapat, itu yang paling besar,” tegas Pahala. 

Baca juga : Menteri Siti Kenang Didi Kempot Saat Bantu Kampanye Lingkungan

Persoalannya, ada pada data. Agar tidak bingung, KPK meminta kepala daerah merujuk pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Ini data yang jadi rujukan pemerintah pusat dalam penyaluran bantuan. Nah, di sinilah Pahala mengungkap, DTKS sebetulnya masih ngawur. Data itu, belum sepenuhnya menggambarkan siapa saja yang layak mendapatkan bansos. Tapi hanya data itu yang saat ini bisa digunakan. 

“Kita bilang kalau Anda merujuk pada DTKS pertama pasti tidak akan salah, dalam artian pidana. DTKS itu jelek-jelek gitu, data yang lumayanlah, masih dipakai kok, apalagi di situasi seperti ini,” selorohnya. “DTKS memang ngawurnya masih banyak, tapi ya sementara rujuk dulu,” imbuh Pahala. 

Meski begitu, KPK juga meminta kepala daerah juga memadankan data itu dengan kondisi di lapangan. Jadi, tak 100 persen “plek” mengikuti DTKS. Pemda harus turun dan melakukan verifikasi ke lapangan, mengecek kondisi masyarakat agar pemberian bansos tepat sasaran. “Ada baiknya Pemda mengupdate data itu di lapangan. Jangan sampai updating itu tak berjalan, baru nanti di lapangan kita eksekusi lagi, layak enggak orang yang masuk DTKS ini untuk masih mendapatkan,” imbaunya. 

KPK sendiri telah menugaskan tim khusus yang untuk mengawasi penyaluran bansos. Komisi antirasuah hadir untuk memastikan bansos diterima mereka yang membutuhkan. “Oleh karena itu di tengah pandemi ini tim gabungan pencegahan dan penindakan ini rutin membantu tiap pemda agar dapat lakukan hal yang tepat sasaran,” tutup Pahala. 

Baca juga : Pemerintah Godok Opsi Pengganti Libur Lebaran

Mensos Juliari P Batubara sebelumnya mengakui, DTKS memang tidak sepenuhnya update. Namun, menurut dia, di tengah pandemi seperti saat ini tidak memungkinkan bagi kementeriannya untuk melakukan verifikasi dan validasi ulang data penerima di lapangan. Pemutakhiran data DTKS ini, kata dia, didapat dari masukan pemerintah daerah. 

“Sehingga kelayakan atau tidak kelayakan dari calon penerima bansos yang kami terima itu memang bukan tanggung jawab kami. Artinya daerah yang lebih memahami, dari mulai kepala daerah, kecamatan sampai ke desa maupun kelurahan,” tuturnya dalam rapat kerja dengan DPR, Rabu (6/5). 

Tapi, lagi-lagi Juliari mengingatkan, proses pendataan bukanlah hal mudah. Mengingat, masyarakat Indonesia yang beragam. Kemudian, tidak semua sumber daya manusia yang ada di level pemerintahan tingkat bawah memiliki kualitas yang sama dalam hal pendataan dan belum adanya infrastruktur pendataan yang baik. 

Meski mengacu pada DTKS, kata Mensos, bukan berarti warga yang tidak terdaftar di dalamnya tidak dapat menerima bansos. Yang jelas, selama memang layak, warga non DTKS bisa mendapat bansos. “Ke depannya kami berharap terdapat sebuah sistem pendataan yang reliability-nya tinggi, kami tidak mempermasalahkan asal data itu, apakah di Kemensos, BPS, Bappenas,” harapnya. 

Baca juga : MPR Minta Pemerintah dan Masyarakat Kompak Patuhi PSBB

Kemarin, Juliari menyatakan, Kemensos masih menunggu data dari Pemda. Sesuai instruksi Presiden Jokowi, bansos tunai bisa disalurkan sebelum Hari Raya Idul Fitri. Bansos tunai senilai Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan mendatang akan diberikan kepada 9 juta keluarga di luar Jabodetabek. Saat ini, baru 7,8 juta yang terdata. “Kami sudah minta untuk dikirim kekurangannya yang 1,2 juta KK,” ungkap Juliari. 

Politisi PDIP itu pun menyatakan, Kemensos tidak ‘mengunci’ daftar penerima bansos hanya dari DTKS. Juliari memberikan keleluasaan kelonggaran kepada seluruh kabupaten kota untuk memberikan data keluargakeluarga yang benar-benar terdampak di wilayahnya untuk diberikan bansos tunai. “Kami sangat berharap daerah dalam hal ini pemkab dan pemkot memberikan kami data yang akurat sehingga bansos tunai ini dapat disalurkan secara tepat,” tandasnya. 

Saat ini, penyaluran bansos tunai Rp 600 ribu sudah menjangkau 2,6 juta KK melalui Kantor Pos dan bankbank milik negara dengan mekanisme transfer kepada 785 ribu KK. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengakui adanya tumpang tindih atau overlapping dalam distribusi bantuan sosial. Namun, dia menganggap hal itu masib lebih baik ketimbang mereka tidak mendapatkan dukungan apa-apa di masa yang sulit ini. “Apakah akan tumpang tindih? Ada, tetapi lebih baik daripada tidak dapat,” ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (8/5). [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.